Otome Game no Hametsu Flag shika nai Akuyaku Reijou ni Tensei shite shimatta LN - Volume 3 Chapter 4 Bahasa Indonesia
- Home
- Otome Game no Hametsu Flag shika nai Akuyaku Reijou ni Tensei shite shimatta LN
- Volume 3 Chapter 4 Bahasa Indonesia - Kehidupanku sebagai Sandera Berlanjut
Bab 4: Kehidupanku sebagai Sandera Berlanjut
Translator: Kaon Nekono
Saat akhirnya aku menemukan motif di balik penculikanku dan berteman dengan Selena… butler itu muncul. Pemuda bernama Rufus, butler yang selalu ada di sisi Selena.
Ia muncul entah dari mana dan mengatakan hal yang mengganggu. Ia mengatakan kalau Selena akan digunakan sebagi kambing hitam karena sudah merencanakan penculikan ini, dan dia akan lenyap dengan Pangeran Ian, dan aku akan lenyap dengan Geordo juga.
Aku tertegun, dan untuk sesaat hanya berdiri di tempat. Sebelum menyadarinya, ia sudah meninggalkan kamar dengan Selena yang pingsan di tangannya. Setelah aku berhasil menenangkan diri dan memutuskan untuk mengejarnya, pintu kamarku dikunci lagi, dan aku ditinggal sendiri.
Kini sudah larut malam. Tapi tentu saja, bahkan aku tidak bisa tidur di situasi begini. Aku tidak bisa berhenti memikirkan perkataan Rufus.
Apalagi setelah Selena pingsan lalu jatuh ke tanah… “Hanya membuatnya tidur sebentar,” katanya. Tapi caranya jatuh tertidur tidak seperti saat aku diculik di festival sekolah. Ia tidak memukulnya hingga tidak sadar atau semacamnya. Ia tidak melakukan apapun — Selena pingsan begitu saja.
Rufus bilang ia melakukan sesuatu, tapi ia sepertinya tidak menggunakan obat atau kekuatan brutal. Ia hanya meletakkan tangan di pundak. Kekuatan untuk membuat seseorang tidur hanya dengan menyentuhnya… aku hanya tahu satu hal yang cocok dengan deskripsi itu.
Itu adalah kekuatan yang kuketahui tahun lalu, ketika aku terlibat dalam insiden itu: Ilmu Hitam, sihir yang hanya bisa digunakan oleh Pemilik Sihir Kegelapan. Sihir terlarang yang bisa memanipulasi hati dan pikiran orang lain.
Segera setelah aku menanyakan pada Selena alasan di balik penculikanku, pria itu selalu mengganggu kami. Ia segera diam, dan ekspresinya kosong seperti boneka.
Aku punya firasat. Kalau asumsiku benar, maka pria itu, Rufus, adalah Pemilik Sihir Kegelapan.
Sebenarnya, Sihir Kegelapan bisa diperoleh siapapun selama mereka terlahir dengan sihir. Tapi, sebuah ritual dan tumbal diperlukan, dan dikatakan kalau tumbalnya… adalah nyawa orang lain.
Sihir Kegelapan bisa mengontrol emosi orang lain, tapi juga bisa mengambil nyawa. Sihir itu tabu, dan keberadaannya sangat tersembunyi dari khalayak umum.
Jika Rufus memang Pemilik Sihir Kegelapan, ia pasti mendapat kekuatannya melalui penumbalan. Itu artinya ia benar-benar bisa membunuh orang.
Tentu saja, bisa jadi ia dipaksa mendapatkannya, seperti Raphael. Tapi… caranya memandang Selena yang pingsan dengan mata dingin, dan dari caranya tersenyum, bagai menikmati segalanya…
Memikirkannya saja sudah membuatku merinding.
Kupikir aku benar-benar tidak bisa tidur, tapi aku malah tidur dengan nyenyak sepanjang malam.
Kalau diingat lagi, aku tidur sama nyenyaknya sebelum Upacara Kelulusan, ketika seluruh Akhir Kehancuran terjadi. Jadi sungguh, aku sepertinya bisa tidur tidak peduli bagaimana situasi dan kondisinya. Aku sendiri terkejut akan kemampuan tidurku, terutama setelah langsung diancam oleh penculikku. Ia bahkan bilang kalau aku akan “lenyap.”
Dan tentu saja, yang membangunkanku dari tidur nyenyakku adalah…
“Aku tidak percaya… bahkan setelah semua yang terjadi, kau hanya tidur disini? Apa kau tidak takut sama sekali?!”itu adalah suara gusar dari seseorang di dekatku. Ia terdengar sangat kesal.
“Hnnh?” Aku sedang istirahat dengan nyaman! Apa-apaan keributan ini? pikirku. Saat aku membuka mataku perlahan, pemuda yang familiar terlihat. Aku melihatnya semalam, pikirku. Namanya adalah… “Rufus…?”
“Saya tersanjung Anda mengingat nama saya, Nona Katarina. Tapi, saya rasa, sekarang waktu yang tidak pas untuk bangun. Sudah lewat siang hari.”
Entah kenapa ia terdengar berbeda dengan ketika aku setengah terbangun. Tapi telingaku tidak berkhianat — suaranya sama. Ah… kurasa dia yang membangunkanku. Tapi lebih penting lagi…
“Eh?! Sudah lewat siang hari!”
“…Anda bereaksi pada segala hal, ya,”kata Rufus dan sekali lagi terdengar gusar.
Tapi… aku Cuma tidur sebentar! Atau setidaknya itu yang kumaksud… nyatanya, aku memutuskan untuk lembur setelah Rufus menceritakan rencananya semalam! Aku berpikir untuk turun lewat jendela dan kabur di tengah kegelapan. Tapi, aku malah tidur sampai jam segini! Dan lebih parahnya lagi, penjahat dari seluruh situasi ini yang membangunkanku!
“Aku terkadang terkejut karena kelakuanku sendiri…”akuiku.
“…Ya, saya juga sangat terkejut. Saya tidak mendengar apapun dari kamar Anda sedari malam, dan saya pikir Anda memeluk lutut dan menangis pelan di pojokan. Tapi ternyata Anda malah tergolek, dengan tangan terbuka, dan mengorok di kasur…”
Aku bisa merasakan sedikit rasa tidak percaya di suaranya. Ah begitu. Jadi aku tidur seperti itu? Sungguh memalukan… tapi sekarang bukan saatnya memikirkan itu! Ada banyak hal yang harus kucaritahu.
“Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi yang paling penting… apa Selena baik-baik saja?” Selena tiba-tiba pingsan, dan dibawa pergi. Apa dia baik-baik saja? aku melihat langsung pada Rufus, meminta jawaban.
“…Anda sangat sesuai dengan rumor, ya? Baiklah, akan saya jawab pertanyaan Anda. Nona Selena baik-baik saja; Beliau tidur dengan aman di kamar.”
“…Ah begitu.”aku selalu melihatnya, tapi aku tidak tahu apakah dia bohong atau tidak. Kurasa aku harus mempercayainya sekarang.
Tapi… seperti rumor? Sungguh? Apakah tentang aku yang banyak tingkah? Lancang? Seperti yang Selena bicarakan?
Dan ada lagi hal yang harus kupastikan. “Rufus… apakah kau Pemilik Sihir Kegelapan?”
Matanya terbuka sedikit mendengar pertanyaanku, tapi hanya ujung bibirnya yang naik sebagai respon. “…Hoo, bukankah Anda sangat blak-blakan.”
Ya memang. Terlalu blak-blakan malah, tapi aku tidak pernah ahli dalam mencari informasi dari orang lain dengan percakapan panjang. “Aku tidak tahu cara basa-basi.”
“Anda sungguh orang yang aneh! Karena Anda tahu keberadaan Sihir Kegelapan juga… Kalau begitu, Saya rasa Anda juga terlibat dalam insiden tahun lalu.”
“!” Aku terkejut. Walau berita tentang dosa penerus keluarga Marquess sudah tersebar di kalangan bangsawan, tapi kenyataan tentang Sihir Kegelapan harusnya tetap rahasia.
Rufus melanjutkan, bagai membaca pikiranku. “Kaget? Karena harusnya semua itu ditutup rapat… ah. Tapi Anda tahu, tidak mungkin menutupi bangkai yang berbau. Karena, banyak bangsawan yang berhubungan erat dengan keluarga Dieke, juga cukup mencurigakan.”
Rufus tersenyum menakutkan sembari membuat deklarasi. “Jadi… Orang itu, juga, tertarik dengan Sihir Kegelapan.”
“…Orang itu siapa?”
“Ah. Dia tuan saya. Saya menjadi Pemilik Sihir Kegelapan karena perintah Beliau, sebelum pindah ke Keluarga Duke Berg…”
“Ke-kenapa?”tanyaku, masih mencoba menggali informasi dari Rufus yang berbeda.
“Bukankah saya sudah menyebutnya tadi? Agar Nona Selena menjadi kambing hitam dari semua penculikan dan dosa lainnya. Agar Beliau bisa menghilang bersama Pangeran Ian, lenyap dari perebutan takhta, dan akhirnya dari kalangan bangsawan juga. Sama dengan Anda dan Pangeran Geordo.”
“Kenapa kau melakukannya…?”
“Kenapa? Tentu saja karena Anda menghalangi. Saya bekerja di bawah pangeran pertama kerajaan. Pangeran Jeffery menginginkan takhta… dan Beliau adalah sosok yang tidak akan ragu melakukan segala cara demi mendapat yang Beliau inginkan.”
“!” jadi Pangeran Jeffery menginginkan Takhta… Ian dan Geordo hanya menghalanginya? Lalu bagaimana dengan Alan? Ini pembicaraan serius, dan masih ada banyak hal yang harus kupikirkan. Tapi di sudut pikiranku, komplain dari Alan terdengar: “Kenapa cuma aku yang tidak disebut?!”
“Ah, tenang saja, Alan. Kau masih bertumbuh,” pikirku, dan secara mental menyemangati Alan.
Tapi Rufus, sepertinya mengartikan diamku dengan hal lain. “Anda pasti ketakutan sekarang? Kalau begitu, sekarang hanya itu yang kita bisa bicarakan. Saya akan menyiapkan makanan ringan disini — silahkan dinikmati.” Dengan begitu, Rufus pergi, tapi tidak sebelum mengatakan, “Ya, bunyikan bel kalau ada yang Anda butuhkan.” Dengan begitu, aku ditinggal sendiri lagi di kamar.
Aku sudah tidur lama dan tidak lagi lelah, jadi kurasa aku akan makan, karena aku pantas mendapatkannya. Makanan ini memang ringan, hanya terdiri dari beberapa macam roti. Sunggguh, ini mah cuma pembukaan!
Masih merasa kecewa karena porsinya yang kecil, aku mengambil roti kecil dan bulat dari nampan, dan memasukkannya ke mulutku.
A-Apa? Ini… Ini sangat enak! Aku sudah mencoba berbagai roti dan makanan ringan di kedai festival tidak lama ini, tapi rasa roti kecil ini luar biasa — tidak bisa dibandingkan dengan kemarin. Luarnya lembut dan empuk, tapi di dalamnya sangat kenyal dan enak. Aku bisa ketagihan makan roti ini!
Dan apa yang ada disudut piring itu…? Sesuatu seperti krim itu… apakah ini harusnya dimakan dengan roti? Aku memegang roti yang luar biasa enak itu di tanganku dan mencelupkannya di krim.
Ooohh! Ini… luar biasa! Sesuatu sekali! Walau kelihatannya hanya seperti krim custard, tapi nyatanya agak beda! Rasanya sangat manis, tapi segar, rasanya luar biasa! Cocok sekali dengan roti ini.
Baiklah. Selanjutnya roti yang pipih ini.
Ah, yang ini juga enak. Sungguh siapa yang membuat roti enak ini? Aku harus menanyakannya lain kali kalau ada kesempatan.
Dan begitulah, aku menghabiskan roti enak itu dalam beberpa menit. Sekarang dengan perut terisi, saatnya berpikir serius tentang detail penculikanku ini.
“Sebodoh biasanya, ya,” kata suara Alan di kepalaku, tapi, aku bisa apa? Aku ketiduran.
Baiklah! Kita harus mengadakan analisis penculikan ini dengan rapat mental.
Ketua Rapat: Katarina Claes. Wakil Rapat: Katarina Claes. Sekretaris Rapat: Katarina Claes.
“Kalau begitu, kita harus mulai dengan memaparkan fakta dan situasi kita sekarang. Aku ingin mendengar pendapat kalian tentang masalah ini.”
“Permisi. Mungkin kita harus memulai deduksi kita dengan menata apa yang kita dengar dari Selena semalam, begitupula dengan apa yang Rufus katakan.”
“Ya, aku setuju. Ide bagus.”
“Aku setuju.”
“Kalau begitu… dari apa yang Selena katakan kemarin, ia selalu depresi selama ini, di bawah pikiran kalau dia tidak berguna untuk Pangeran Ian.”
“Itu benar.”
“Lalu ada si butler playboy, Rufus, yang selalu ada di sisi Selena, yang mengusulkan penculikan Katarina agar Selena beguna bagi Pangeran Ian… apakah fakta ini benar?”
“Hmm… kalau memang itu masalahnya, maka mungkin saja ia menggunakan Ilmu Hitam pada Selena…”
“Lalu, Selena, melakukan rencana Rufus dan dengan senang hati menculik Katarina. Tapi, tujuan Rufus sebenarnya adalah menyalahkan semua pada Selena — ia akan menjadi kambing hitam, dan akan menuntunnya pada kehancurannya dan Pangeran Ian… benar begitu?”
“Ohh! Nona Katarina Claes. Sungguh pernyataan yang akurat sekali! Lebih baik dari biasanya — apakah ada sesuatu yang spesial terjadi?”
“Hehehe. Jadi, aku sudah makan roti yang enak dan tidur dengan nyenyak. Pikiranku sekarang jauh lebih jernih dan tajam dari biasanya, karena semua penghalang sudah hancur.”
“Hebat seali! Kalau kau terus seperti ini, Nona Claes, kau bisa memanggil dirimu sendiri Detektif Hebat Katarina!”
“Oh, aku suka itu. Detektif Hebat Katarina… dan segera saja, aku akan membuka Agensi Detektif Katarina, dan menyelesaikan kasus yang tidak mungkin dipecahkan oleh orang lain…”
“Kalian tolong fokus! Pembicaraan ini akan keluar dari jalurnya!”
“Maaf…”
“Baiklah kembali ke topik… dari apa yang Rufus katakan, tuannya yang menyuruhnya melakukan acara penculikan ini… dan semua demi membersihkan jalan Pangeran Jeffery menuju ke takhta.”
“Itu yang ia katakan.”
“Kalau begitu, apakah otak dari seluruh insiden ini adalah Pangeran Jeffery sendiri?”
“Tapi… aku tidak bisa membayangkannya, apalagi setelah bertemu dengannya langsung saat fetival sekolah.”
“…Ya, dan bahkan manisan yang ia bawakan sangat enak.”
“Ah ya, manisannya sangat enak.”
“Ya, aku ingin mencobanya lagi! Ah, hanya memikirkannya saja membuatku lapar…”
“Jujur saja, roti tadi pagi enak, tapi prosinya hanya sedikit!”
“Benar sekali! Porsi kecil itu… mungkin hanya cukup untuk makanan burung! Ukh! Pembicaraannya keluar jalur lagi! Kita harus kembali…”
“Memang, tapi… aku sudah cukup menggunakan otakku! Sekarang aku lapar, dan tidak bisa memikirkan apapun selain makanan!”
“Aku juga. Karena, kita tidak sering berpikir, kan? otak Katarina Claes sudah sampai batasnya. Otaknya butuh gula!”
“…Benar sekali. Di kepalaku hanya ada makanan…! Roti, daging, ikan…”
“…Kue, kukis, pie…”
“…Apel, jeruk, anggur…”
Dan begitulah, Katarina mulai membicarakan makanan. Rapat itu terpaksa dihentikan.
Aku tidak sanggup lagi! Di kepalaku hanya ada makanan!
Aku tahu! Aku akan meminta Rufus membawakanku sesuatu.
Dengan begitu, aku berdiri, dan membunyikan bel yang diberi Rufus padaku.
“…Tidak mungkin. Apa kau tidak takut sama sekali? Apakah bocah ini benar-benar gadis bangsawan…?”gumam Rufus, dengan nada bicara yang berbeda dengan tadi pagi, sembari menuangkan teh untukku.
Ketika Rufus tiba setelah aku membunyikan bel, ia berkata, “Oh, ada apa ini? apakah Nona Katarina yang agung itu juga ketakutan? Tapi, tugas Anda hanya tinggal disini sebentar lagi…”katanya dengan senyum penjahat di wajah.
Responku sangat simpel: “Oh bukan, bukan begitu. Aku sebenarnya lapar. Tolong berikan aku sesuatu untuk dimakan. Sebentar lagi waktunya minum teh kan? Aku mau manisan dan teh.”
Rufus membeku mendengarku. Untuk beberapa saat ia tetap tidak bergerak… sebelum suara keroncongan yang keras terdengar dari perutku. Suara itu cukup keras untuk membuatnya kembali ke kenyataan.
Ia meninggalkan kamar dan kembali dengan troli kecil dengan teh dan manisan. Walau ia sepertinya menakutkan beberapa saat lalu, ia mendengar permintaanku dan membawakanku makanan dan minuman yang kuminta. Mungkin dia tidak sejahat itu.
“Ya, ini dia. Silahkan dinikmati,”katanya, dan menyerahkan secangkir teh padaku.
Setelah berterima kasih, aku mengambil cangkir itu. “Bisa kau ikut minum teh denganku? Aku tidak suka minum sendiri,”kataku. Benar; temanku selalu minum teh denganku. Bahkan kemarin, Lana menemaniku.
Kurasa cukup adil kalau aku meminta Rufus menemaniku. Karena ia membawakanku makanan. Pasti ini tidak berat kan? atau itulah yang kupikrkan, tapi aku hanya melihat ekspresi kosong terkejut lagi. Rufus senang sekali menggunakan ekspresi itu
“…Kau… sungguh… Ah, terserah. Kegilaan ini tidak ada akhirnya kalau aku terus kaget.”Rufus duduk di seberangku dengan satu cangkir di tangan.
Hmm… jadi sepertinya dia bukan orang yang jahat. Tapi, ada satu hal yang menggangguku.
“Caramu bicara… berubah?”walau aku bicara santai dengan Rufus, dia selalu menyebutku dengan formal, seperti pagi… ya, siang tadi. Tapi sekarang, dia bicara dengan santai.
“Ah itu, ya. Aku pura-pura jadi butler, jadi aku harus bicara seperti itu. Tapi meladeni orang sepertimu sambil mempertahankan keformalan itu malah membuatku terlihat bodoh, tahu? Karena itu aku bicara seperti biasanya. Saya juga bisa kembali seperti ini kalau Anda mau, Nona.”
Pernyataan terakhir itu terdengar tidak alami, dan ditemani oleh senyum palsu. Sekarang, lebih dari sebelumnya, aku merasa tidak nyaman.
“Tidak, tidak apa. Kalau kau kembali bicara formal rasanya… menjijikkan.”
“Ha, ya kan?”
“Tapi… kau bilang kau pura-pura jadi butler? Jadi aslinya kau bukan?”
Sekarang setelah bicara dengannya seperti ini, Rufus hanya terlihat seperti pria dari distrik kota. Tapi ia terlihat jauh lebih butler daripada Sebatian, butler di keluarga Claes, ketika pertama kali bertemu dengannya…
“Apa aku terlihat seperti butler sekarang?”
“Tidak juga. Kalau dilihat bagaimanapun, kau terlihat seperti pria dari distrik kota terdekat.”aku merasa kalau aku harus memberinya jawaban simpel dan jujur.
“Bagus sekali! Kau benar. Hebat,” jawab Rufus yang sepertinya takjub. “Sebenarnya… kau benar-benar bangsawan, kan? Apa kau pergi ke kota?”
“…Kadang. Aku menyamar juga.”aku sebenarnya menarik Keith ikut dan pergi cukup sering. Makanannya murah, ada hal menyenangkan di setiap sudut kota, dan lebih dari apapun, aku suka menjadi orang biasa.
Semua itu tentu saja rahasia. Kalau ibu tahu, ia pasti sangat marah dan meneriakiku “Berkalana dan bermain-main lagi.”
“Tapi… apakah kau benar-benar pria biasa dari distrik kota? Apa kau lahir disana?”
“Tidak. Kau hampir benar tapi aku tidak lahir disana. Kehidupan sosialku kuhabiskan disana, tapi aku lahir di daerah kumuh.”
“Eh? Daerah kumuh! Apakah ada daerah kumuh di kerajaan ini?!”
Aku paham maksud kata-katanya. Tapi kerajaan yang kutinggali ini cukup makmur, terutama karena banyak penduduknya yang punya sihir. Bahkan orang biasa di negeri ini hidup jauh lebih baik daripada kerajaan dan negara tetangga. Jadi aku pikir daerah kumuh tidak ada… apa cuma aku yang tidak tahu?
Tapi Rufus segera mengusir ketidakyakinanku. “Ah, salah besar. Aku tidak lahir di kerajaan ini.”
“Eh, benarkah?” Jadi artinya Rufus itu orang luar? Pikirku. Aku tidak tahu hanya dengan melihatnya. Bagiku, dia tidak terlihat seperti orang luar.
“Ketika kecil, aku bermain dengan teman-temanku dari daerah kumuh lalu ditangkap oleh pedagang budak. Jadi aku dijual, dan berkelana dari tempat satu ke yang lain hingga aku dibeli oleh tuanku yang sekarang… di negeri ini.”
Walau kata-katanya dipenuhi kesan santai, kenyataan dibaliknya jauh berbeda, dan untuk sesaat aku kehilangan kata-kata.
“Kaget? Seorang bangsawan yang dibesarkan penuh cinta dan kasih mungkin tidak percaya, tapi semua ini jauh lebih biasa dari dugaanmu, tahu? Terutama di negara yang miskin. Kalau ada, aku malah beruntung, kan? masih punya kaki, dan masih hidup, dan kini punya pakaian yang bagus untuk dipakai. Aku sangat beruntung.”kata Rufus dan matanya menatap ke kejauhan — ke tempat yang lebih jauh dari kamar nyaman ini.
Sebuah perasaan mulai muncul dalam dadaku saat melihatnya. Kira-kira apa itu…
“Ha, kaget? Kau juga diam sekarang. Atau kau mengasihaniku, berpikir kalau semua ini menyedihkan? Maaf, tapi aku tidak butuh. Sejak awal aku tidak pernah berpikir kalau aku sial.” Sudut bibir Rufus naik sekali lagi. Mata birunya melihat langsung padaku. Ia tidak sedang membual atau berusaha sok kuat.
Aku akhrinya mengerti perasaan yang memenuhi dadaku. “…Keren.”
“Ehh?”sepertinya Rufus tidak mendengar apa yang kukatakan, setidaknya tidak cukup jelas. Aku mengulangi lagi.
“Aku pikir kalau cukup keren, Rufus.”
“…Apa-apaan? Ya, aku tahu aku tidak terlihat mencurigakan, tapi…”
“Bukan, bukan soal penampilanmu, tapi bagaimana sifatmu. Cara berpikirmu.”
“…Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.”
“Cara berpikirmu itu… menurutku luar biasa. Dan keren.”
Ada banyak orang biasa dan bangsawan yang menyalahkan kesialan mereka pada orang lain. Mereka akan mengatakan betapa tidak beruntungnya mereka, dan betapa sulitnya hidup mereka, dan harus dikasihani… dan lain-lain.
Walau ia sudah melewati banyak hal di hidupnya, Rufus sepertinya tidak menangisi keadaannya, atau orang lain sama sekali. Bahkan, ia bilang kalau ia beruntung — dan itulah yang membuatku berpikir kalau dia sangat keren.
Saat aku terus melihatnya dengan tatapan kagum, Rufus membeku sekali lagi. Eh? Ada apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang menyakitinya? Sekarang kalau dipikir lagi, kurasa aku sudah mengatakan sesuatu seperti “aku berempati padamu.”
“…Astaga. Aku sudah sampai disini, dan malah bertemu seseorang yang mengatakan hal yang sama dengan orang itu…?”Rufus tetap membeku, sebelum gemetar terlihat di pundaknya.
Gawat! Aku pasti mengatakan sesuatu yang kejam, dan sekarang dia gemetar marah!
Tekanan itu segera hancur, dan sebelum menyadarinya, Rufus memeluk perutnya, dan tertawa terbahak-bahak. Tawanya sangat keras.
Eh? Kenapa? Apa ada yang lucu dari kalimatku? Aku hanya terus berpikir sambil menunggu Rufus tenang.
Setelah beberapa saat, ia akhirnya selesai tertawa dan bicara lagi. “Ha… kau sungguh menarik, tahu? Sudah lama aku tidak tertawa begini.”
“Ehh…” aku tidak ingat mengatakan sesuatu yang lucu.
“Hei, ayo bicara lagi. Aku tiba-tiba ingin bicara terus denganmu.”
“…Oke.”
Setelah itu, aku bicara dengan Rufus…
…Tentang roti enak yang kumakan tadi.
“Jadi, beritahu aku! Roti yang tadi… siapa yang membuatnya?”
“Ah, itu? Aku membelinya dari toko roti di kota. Walau rasanya mungkin tidak cocok dengan gadis bang—”
“Eh?! Toko roti di kota? Dimana tepatnya? Rasanya sangat enak! Aku harus kesana dan membeli rotinya kalau ada waktu!”
“Kau tahu? Kau sungguh aneh.”
…dan tentang hobiku dan kemampuanku.
“Bercocok tanam itu salah satu hobiku!”
“Menanam? Seperti… taman bunga? Sesuatu seperti itu?”
“Bukan. Ladang dengan sayur mayur.”
“…Kenapa?”
“Kenapa? Ya, karena menyenangkan?”
“…”
“Oh, dan aku yang terbaik kalau soal memanjat pohon dan memancing! Aku cukup percaya diri!”
“…Apa kau benar-benar gadis bangsawan?”
…dan tentang cerita negeri asing yang pernah Rufus lihat sebelum berakhir di negeri ini.
“Katakan, kau sudah berkelana kesana kemari, kan? Berapa banyak kerajaan dan negeri asing yang sudah kau kunjungi?”
“Berapa banyak…? Banyak sekali, disana sini, mungkin?”
“Kerajaan mana saja? aku ingin dengar lebih banyak tentang negeri lain!”
“Boleh saja, tapi kalau kau mengharapkan sesuatu yang menyenangkan, maka kau salah. Karena, aku sudah berkeliling melakukan hal yang kotor di berbagai macam kalangan… masih mau dengar?”
“Hal yang kotor! Berbagai kalangan! Jadi dunaimu dunia keras!!”
“Ke? Keras? Apa? Dan… kenapa matamu berbinar begitu? Apa yang kau harapkan…?”
Rufus punya banyak cerita tentang berbagai tempat dan kejadian yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Sangat menyenangkan. Aku ingin mendengar lebih dan lebih, tapi sehari sudah berlalu sebelum aku menyadarinya.
“Jadi… omong-omong karena kau bukan butler, bukankah itu artinya ‘Rufus’ bukan nama asli, juga?”tanyaku, menyuarakan pikiranku.
“Ya, aku menggunakan Ilmu Hitam untuk menyusup ke keluarga Berg. Jadi apa gunanya menggunakan nama asli?”benar katanya.
“Kalau begitu… siapa nama aslimu?”
“Aku punya nama yang sangat banyak. Satu nama untuk tiap tempat”
Ooohh! Luar biasa sekali sosok yang hidup di berbagai kalangan, sungguh kehidupan yang keras!
“Lalu apa nama aslimu?”tanyaku, dan mendekat ke arahnya.
Sebelum menyadarinya, wajah Rufus tepat di depanku. Ooh. Ini pertama kalinya aku melihat wajahnya sedekat ini. sekarang karena aku ada di jarak ini… Hmm, ya. wajahnya sangat menggoda…
“Tidak punya. Tidak sepertimu, aku tidak punya orang tua. Sebelum menyadari diriku, aku sudah dibuang ke daerah kumuh.”
Ooh, bahkan dia punya tahi lalat di bawah salah satu matanya — salah satu hal wajib bagi tokoh penggoda. Sungguh luar biasa. Pria ini, dipenuhi dengan pesona seksual, jauh lebih tinggi daripada Keith. Dan matanya, mata yang ada di balik lensa kacamatanya…
“Oi! Kenapa kau diam begitu? Terlalu kaget mendengar pembicaraanku?”
“…sangat indah.”
“Ha?”
“Matamu! Matamu sangat indah, seperti langit biru yang bersih!”
“…”
Sekarang setelah aku sedekat ini, mata Rufus benar-benar berwarna biru cerah, seperti langit saat hari cerah. Ketika matahari terbenam mengenai matanya — rasanya mata itu bergemerlap. Siapapun pasti jatuh cinta karena matanya.
“…Kau sungguh…”
“?”
Rufus mengulurkan tangannya, dan meletakkannya di pipiku. Sentuhan dari jari indahnya terasa geli. Apa ada sesuatu yang menempel di pipiku? Makanan mungkin?
Juga, kenapa wajahnya dekat sekali denganku? Apa Cuma bayanganku?
Suara familiar terdengar dari perutku saat itu juga; suara keroncongan karena lapar.
Walau aku sudah makan manisan dan makanan ringan tadi, sekarang sudah sore. Perutku sudah menginformasikan jam hari ini. sekarang saatnya makan malam.
Gerakan Rufus terhenti karena suara itu, dan tiba-tiba pundaknya bergemetar lagi.
Setelah beberapa saat, getaran itu berhenti, dan dengan tawa simpel, ia berkata, “Kurasa aku akan membawakanmu makan malam juga,”
Walau aku pindah ke ruang lain saat makan malam kemarin, sepertinya aku makan malam disini hari ini. Atas perintah Rufus, pelayan yang kemarin membawakan makananku mulai membawa makan malam ke kamar ini.
Seperti biasa, aku tidak suka makan sendiri, jadi aku mengajak Rufus, dan ia segera setuju.
“Omong-omong, apa yang terjadi pada Lana? Aku tidak melihatnya…”
Segala yang Lana lakukan untukku kemarin, kini dilakukan oleh Rufus, sepertinya. Aku belum melihatnya sejak ia menuntun Selena ke kamarku kemarin malam.
“Ah, aku menyuruhnya mengerjakan sesuatu. Tidak usah khawatir.”
Begitukah? Syukurlah. Aku memang ingin bicara lagi dengannya.
Segera saja, aku mulai menanyakan pada Rufus tentang tanah asing lagi. Rumah dan desa yang seluruhnya dibuat dari batu, kota dengan sungai yang mengalir di tengahnya, dengan puluhan kapal dan perahu… Rufus menceritakan padaku segala hal disana dan pekerjaannya. Ceritanya memang membuatku begidik dan menarik.
“Ha! Sungguh Rufus, semua ceritamu sangat menarik.”
“Ceritamu juga sangat menarik. Sayang sekali kau putri seorang bangsawan.”
Ini pujian kan? aku percaya sambil mengatakan “terima kasih” dan menganggukkan kepalaku. “Aku tidak pernah menjejakkan kaki di luar kerajaan ini, tapi ketika bicara denganmu, rasanya seperti berlibur ke luar negeri!”
Kehidupanku sebelumnya memang berakhir dengan aku yang tidak pernah pergi ke luar Jepang. Kalau bisa, aku ingin mengunjungi negeri lain di kehidupan baruku ini.
“Hah, kalau denganmu, kurasa aku ingin pergi kesana lagi.”
“!” ayahku sangat overprotektif, dan ibu tidak suka aku pergi ke luar. Aku pernah sekali bertanya kenapa, ibu hanya menjawab “Nanti ibu yang terkena malunya.” Aku tidak tahu maksudnya.
Karena itu, berkunjung ke negeri asing seperti mimpi dalam mimpi. Walau begitu, aku sangat senang mendengar perkataan Rufus.
“Sungguh? Kalau begitu bawa aku lain kali!”kataku, melihatnya dengan mata berbinar dan penuh antisipasi. Tapi, Rufus melihatku dengan ekspresi kebingungan.
Eh? Apa aku mengacaukan sesuatu? Aku benar-benar percaya perkataan Rufus… mungkin itu hanya candaannya saja?
“Kita hidup di dunia yang berbeda, kau dan aku. Kau tahu itu kan? tidak mungkin aku bisa membawamu denganku.”itulah jawabannya.
“Dunia… yang berbeda? Apa maksudmu? Bukankah kau duduk di depanku sekarang?”
“…”
“Kita mengobrol bersama, makan bersama. Bukankah ini artinya kita ada di dunia yang sama?”
Apa yang dia bicarakan? Aku menggelengkan kepalaku pelan, sebelum melihat Rufus yang sekali lagi — membeku di tempat… lagi? Hmm? Apa lagi sekarang?
“kau… sungguh aneh, tahu? Oke, aku paham. Aku akan membawamu lain kali.”
Baiklah! Ini untuk kawan rekreasi pertamaku! “Oke! Janji kalau begitu. Hm… janji kelingking.”kataku, dan mengulurkan kelingkingku. Tapi Rufus, sepertinya tidak paham gestur itu.
Ah, iya… mungkin tidak ada di dunia ini. Hmm… tunggu dulu bagaimana janji dibuat di dunia ini?
Ah iya! Aku menuju ke laci dimana gaun saat aku diculik disimpan dan merogoh sakunya. Ini dia!
Aku memegangnya erat dan kembali ke sisi Rufus. Aku meletakkan benda itu di tangannya.
“Ini. Tanda janji kita — aku percayakan padamu.”
Walau tidak ada semacam janji kelingking di dunia ini, hal yang sama memang ada — dan itu adalah menyerahkan barang milikmu pada yang lain.
“Ini… bros?”kata Rufus, dan memandangi benda di tangannya.
Itu memang bros, bros biru yang temanku minta untuk kubeli. “warnanya cantik, kan? sama seperti matamu. Warna biru langit.”
“…”
Aku mengambil bros dari tangan Rufus. “Lalu… kalau disinari ke cahaya begini… lihat? Warnanya berubah azure. Biru aqua. Seperti mataku, kan?”
Setelah itu, aku mengembalikan bros itu ke tangannya. “warna matamu, dan warna mataku… bros ini punya keduanya! Sempurna sebagai tanda perjanjian kita.”
Aku pribadi berpikir kalau itu saran yang bagus, dan cukup bangga pada diriku. Tapi Rufus, membuat ekspresi kebingungan yang sama lagi.
Eh? Apa? Kenapa? Apa yang terjadi? Aneh sekali, pikirku.
Tiba-tiba aku merasa diriku tertarik. Rufus meletakkan tangannya disekelilingku, dan membawaku mendekat — dan sebelum menyadarinya, aku ada di pelukannya. Dan selanjutnya, ia menggendongku, dan sepertinya membawa seluruh tubuhku.
Hmm… aku merasa seperti digendong ala putri di manga atau game.
Tapi, eh? Kenapa? Aku kehilangan diri dan dipindah ke kasur di kamarku, sebelum Rufus meletakkanku.
“Bersamamu… membuat dadaku panas. Sudah lama aku tidak merasakannya.”
Eh? Apa-apaan posisi ini? punggungku kini bertemu kasur, dan Rufus menunduk melihatku… dari atas.
Entah kapan, kaca mata yang ia pakai kini lepas, dan aku bisa melihat mata birunya jauh lebih baik setelah lensa itu tidak ada.
Ah… dia memang punya mata indah. Matanya sangat indah hingga aku lupa situasi aneh ini.
“Hei… mau jadi milikku?” mata biru cerahnya memang luar biasa indah. “Kalau kau terus melihatku dengan mata berbinar itu… jangan komplain kalau aku melakukan… sesuatu,”kata Rufus, dan mendekatkan kepalanya ke leherku. Suara napasnya akhirnya membawaku ke kenyataan.
Ap-Apa-apaan situasi ini… Tidak! Jangan-jangan! Merebahkanku di kasur begini… dia akan menggunakan Ilmu Hitamnya dan membuatku tertidur!
Aku menurunkan penjagaanku, mengira kalau dia orang yang baik, tapi tidak mengubah fakta kalau dia yang bertanggungjawab atas penculikanku! Dia bahkan bilang akan melenyapkanku… kalau begini, aku bisa tidur sampai beberapa hari!
Walau tidur dua hariku tahun lalu memang cukup menyegarkan, tapi sulit menggerakkan tubuh ketika aku bangun! Kalau aku dibuat tidur lagi selama dua hari, tidak masalah, tapi kalau beberapa minggu… pikiran rasa sakit di sekujur ototku cukup membuatku khawatir.
“Em… tunggu— Rufus…?”aku merasa sedikit rasa sakit di leher saat aku membuka mulut untuk bicara. Entah kenapa, aku pernah merasakannya sebelumnya… apa ini? apa aku digigit serangga? Rasa sakit yang sama hampir membuatku tidak sadarkan diri lagi…
Tok Tok! Suara ketukan keras terdengar di pintu, diikuti oleh suara keras Lana. “Tuan Rufus, apa Anda di sana?”
Rufus mendecakkan lidahnya pelan. “Aku sedang… sibuk.”
Tapi Lana tidak mudah menyerah. “Ada masalah yang cukup penting,”ia merespon dengan suara yang sama kerasnya.
Akhirnya, Rufus menyerah, dan turun dari kasur lalu berjalan emnuju pintu. “Ukh… padahal sudah sampai bagian terbaiknya,”decak Rufus sebelum membuka pintu.
Lana menyapanya dengan senyuman. “Surat dari orang yang panting baru saja tiba untuk Anda,”katanya.
“Dari siapa…?”tanya Rufus sepertinya tidak senang.
Tapi senyum Lana tidak tergoyahkan. “Saya tinggalkan di kamar Anda. Saya rasa lebih baik Anda membacanya.”
Mata Rufus terbelak mendengar perkataan Lana. “…Kau. Jangan-jangan… Ya. kurasa ini akhirnya…”ia menghela napas dalam sebelum keluar dari kamar.
Lana segera masuk ke kamarku. “Nona Katarina, apa Anda baik-baik saja?”tanyanya, dengan wajah khawatir.
“Aku baik-baik saja. Aku rasa Rufus akan menggunakan sihirnya padaku…”
“Ah? Sihir? Dimana?”
“Hmm? Dia merebahkanku di kasur lalu menahanku, dan aku yakin ia akan menggunakan sihirnya untuk menidurkanku… tapi aku selamat berkatmu, Lana!”
“…”
Eh? Apa sekarang? Lana menunjukkan ekspresi ambigu di wajahnya.
“Ya… apapun itu. Saya senang Anda baik-baik saja,”kata Lana sebelum menghela napas lega.
Ada banyak yang hal tidak kumengerti, tapi aku kini ada di kasur dan tidur di malam kedua penyekapanku.
Kupikir aku akan kesulitan tidur, karena aku sudah tidur nyenyak sampai siang. Tapi aku malah tidur tanpa masalah. Sungguh hebat, Katarina Claes!
Tapi… pengunjung lain sepertinya datang saat malam tiba.
“Katarina… psst. Katarina.”
“Ha…?”masih setengah tidur, aku melihat ke sumber suara… dan melihat Rufus berdiri di samping kasurku.
“Wah!”aku terkejut, dan melompat dari selimutku.
“Haha. Kau sungguh tidur nyenyak, ya.”
“A-apa maumu?”tanyaku dengan lebih protektif, karena mengingat kejadian setelah makan malam.
“Kurasa kau benar-benar berjaga, ya. Tapi tidak apa. Aku tidak akan melakukan apapun lagi. Sudah saatnya menghadapi kenyataan.”
“Menghadapi… kenyataan?”
“Ya. jujur saja, aku ingin kabur denganmu, keluar dari kerajaan ini… tapi kurasa itu terlalu ceroboh. Aku menyerah. Segalanya jadi jauh lebih buruk, karena sihir ini. sepertinya aku akan jadi anak baik… dan dibawa ke tempat pengawasan.”
“?” Hmm? aku tidak paham apa yang ia katakan. Apa maksudnya? Kabur dari kerajaan? Pengawasan?
“Ya… kurasa aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi, jadi aku kemari. Berharap untuk melihatmu untuk yang terkahir kali.”
Dengan begitu, ia mengulurkan tangannya sekali lagi dan meletakkannya di wajahku. Sentuhannya geli seperti sebelumnya.
“yang terakhir kali? Apa maksud…”
Sebelum bisa menanyainya apa yang terjadi, aku tiba-tiba mendengar beberapa suara keras dari luar.
“Oh… mereka jauh lebih cepat dari dugaanku.”Rufus menarik tangannya dan mundur beberapa langkah dari kasur.
Saat itu juga, pintu didobrak keras, dan yang berdiri di hadapanku tidak lain adalah…
“Eh? Kenapa kalian disini?”
Geordo, Keith, Mary, Alan, Sophia, Nicol, Maria, dan Raphael. Seluruh temanku segera masuk ke kamar, dengan ekspresi marah dan geram. Yang memimpin mereka adalah…
“…Lana?”
“Ya. saya memang memperkenalkan diri saya begitu, tapi biarkan saya memperkenalkan diri dengan benar. Aku Larna Smith, dari Kementerian Sihir. Atasan Raphael. Kuharap kita akur.”
“!” Bukannya dia pelayan? Apa ini? Dia atasan Raphael di kementerian?
Ia memberiku senyuman saat aku terdiam. Ia lalu mengalihkan pandang ke Rufus. “Sepertinya kau memilih menyerahkan diri… apa kau sudah menentukan pilihanmu?”
“Ya. aku akan mengatakan segalanya… dalam pengawasanmu,”kata Rufus, mengangguk takut. Ekspresinya tidak seperti tadi.
“Bagus. Kurasa kau memilih hal yang benar. Kalau begitu… Rufus Brode. Kau ditangkap karena menculik Nona Katarina Claes. Cepat bawa dia pergi.”
Dengan perintah Lana, atau kurasa, Larna, beberapa orang muncul dari belakangnya — anggota kementerian, kurasa. Mereka segera mengelilingi Rufus. Tidak lama kemudian, ia ditangkap dan dibawa keluar kamar.
Apa perasaan ini…? aku selalu berjaga setelah menyadari kalau ia mencoba merapalkan sihir padaku…. Tapi cara hidupnya memang luar biasa, dan ceritanya sangat menarik. Aku merasa ketidaknyamanan memenuhi dadaku.
“E-Em!”
Rufus dan pengawal kementerian berhenti mendengar suaraku. Tapi… aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Apa yang ingin kukatakan?
Lalu — “Aku pegang ini. Hingga janji kita terpenuhi,”kata Rufus, dan membuka telapak tangannya. Di sana, aku melihat sesuatu berwarna biru. Itu adalah bros yang kuberi padanya.
Aku hanya bisa mengangguk sebagai respon dan menjawab “Iya.”
Dengan begitu, Rufus dibawa ke kementerian sihir.
★★★★★★★★★
Setelah aku menyadari siapa diriku, aku sudah hidup di daerah kumuh dengan teman-temanku.
Aku mencuri, berbuat curang, dan berbohong — tentu saja aku melakukannya. Aku tidak punya orang tua, tidak punya nama. Temanku di daerah kumuh yang mengajarkanku semua ini.
Tapi segalanya berubah setelah seorang pria masuk ke teritori kami.
Ia datang dari dunia luar. Terlihat lunglai, tapi ternyata punya kekuatan luar biasa. Sebelum kami sadari, ia hidup bersama kami.
Pria ini berbeda — ia punya nama. Aku belajar banyak darinya.
Banyak anak di kelompok kami tidak suka pria dari luar ini. Tapi kupikir apa yang ia ceritakan sangat menarik, jadi aku segera akur dengannya.
Lalu suatu hari… pria ini memberiku, tikus kotor sepertiku, nama. Ia memanggilku “Sora.” Aku bertanya darimana asal nama itu.
“Dari mata biru indahmu; warnanya biru seperti langit,”kata pria itu, tertawa sambil menatap mataku. Aku merasa kehangatan aneh memenuhi dadaku. Rasanya seperti sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Sejak hari itu, aku mulai memanggil diriku Sora, dan mulai mengunjungi pria ini lebih sering dari sebelumnya. Ia mengajarkanku tentang cerita dunia luar — ia bahkan mengajariku cara membaca dan menulis, dan juga matematika dasar. Batasan duniaku jauh lebih meluas karenanya. Sebelum menyadarinya, setiap hari terasa begitu menyenangkan.
Suatu hari, pria itu berkata padaku, “Hei, Sora. Apa kau benci hal tentang dunia luar yang kuceritakan padamu?”
“Pertanyaan macam apa itu?”
“Ya, begini… yang lain tidak suka mendengarnya. Mereka malah merasa tidak beruntung. Kau satu-satunya yang tidak bereaksi begitu.”
“Kenapa tidak beruntung?”
“…Ya. karena… setelah tahu dunia luar, mereka jadi lebih sadar akan keadaannya sendiri, kan?”
“Aku tidak paham. Apa maksudmu?”
“…Begini. Kalian bahkan tidak punya nama, dan berjuang setengah mati demi hidup sehari-hari. Bukankah rasanya tidak enak, mendengar kisah tentang anak-anak dunia luar, yang dicintai dan disayangi orang tua mereka?”
“Ah… jadi itu maksudmu.”
“Kau tidak merasa menyedihkan ketika mendengarnya?”
“Hmm… maksudku, orang dari dunia luar hanya begitu, kan? mereka orang dari dunia luar, dan aku hanyalah aku. Bukan urusanku juga bagaimana hidup yang orang lain jalankan.”
“…apa kau tidak puas dengan kehidupanmu yang sekarang, Sora?”
“Tentu saja! aku juga ingin tidur di kasur yang hangat dan makan yang enak! Tapi, memang aku bisa apa? Iri dengan sesuatu yang orang asing miliki tidak akan membantu. Kau tahu… aku tidak merasa diriku sial atau apapun. Karena, aku hidup aman tiap hari, dan aku bisa bicara hal yang menarik denganmu, kan? kurasa itu cukup untukku.”
“…Kau tahu Sora, kau sangat keren.”
“Ap-Apa yang kau bilang! Apa kau bercanda denganku?”
“Ha! Tidak juga. Aku merasa cara berpikirmu memang luar biasa. Keren sekali, sungguh. Kau harus hidup seperti dirimu sendiri… tanpa tepengaruh mereka di sekelilingmu.” Pria itu meletakkan tangannya di kepalaku, dan menepuknya lembut. Entah kenapa, aku merasa pipiku memanas.
Beberapa waktu berlalu setelah pembicaraan ini, pria itu sangat,sangat sakit. Walau ia kuat, tapi tubuhnya tidak tahan dengan kondisi daerah kumuh.
Pria itu semakin lemah dan lemah setiap hari. Temanku yang lain mengatakan hal yang sama. Kalau tidak ada yang bisa dilakukan lagi, kalau ini adalah sesuatu yang normal terjadi pada orang yang berkelana ke daerah kumuh… kalau aku harus menyerah. Tapi aku tidak mau.
Hingga saat itu, aku sudah melihat temanku meninggal karena sakit, atau luka yang tidak pernah sembuh… tapi aku tidak bisa menyerah pada pria itu.
Karena itu… aku akhirnya menyelinap ke rumah orang, sendiri. Rumah milik keluarga dengan kasta sosial tinggi. Dan aku ditangkap, dan dijual ke pedagang budak. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada pria itu setelahnya.
Aku dibawa dari negeri satu ke yang lain, kerajaan ke kerajaan. Aku tahu betapa besarnya dunia, dan betapa jeleknya dunia. Berkat kemampuan bahasa dan matematika yang diajari pria itu, aku jauh lebih berguna daripada yang lain dari derah kumuh. Aku dihargai.
Walau begitu… kadang, aku merasa jijik. Ada saat ketika aku ingin berteriak, berteriak keras, dan mencaci maki dunia. Tapi kapanpun aku merasakannya, aku selalu ingat kalimat pria itu. “Aku merasa cara berpikirmu memang luar biasa. Keren sekali, sungguh. Kau harus hidup seperti dirimu sendiri… tanpa tepengaruh mereka di sekelilingmu.”
Itu adalah kata-kata dari pria yang sudah pergi dari dunia ini… tapi, kata-kata itu masih tinggal denganku.
Beberapa tahun yang lalu, barulah aku berakhir melayani David Mason. Mason membeliku untuk satu alasan — fakta kalau aku bisa menggunakan sihir. Walau aku tidak mahir; mungkin hanya bisa menyalakan api kecil.
Saat di daerah kumuh, kasurku selalu ada di bawah langit yang dingin dan bersalju. Kekuatanku sangat berguna kala itu, tapi aku terkejut ketika tahu kalau itu adalah tanda aku punya sihir. Aku kebanyakan melewati negeri yang tidak punya sihir, dan karena itu tidak ada yang menyadarinya.
Tapi Mason baru mengetahui kalau aku tidak punya banyak kekuatan setelah membeliku. Ia mungkin membeliku dengan pikiran kalau aku sangat kuat, dan ingin menggunakan kekuatanku.
Jadi, walau aku dibeli karena alasan itu, aku malah tidak banyak menggunakan sihirku. Aku berakhir mempelajari hal yang penjahat dan bajingan lain pelajari juga. Mulai dari mengancam, perjanjian gelap, dan pekerjaan kotor lain untuk membantu Mason.
Tapi, hidup dengan Mason jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Kami diajari etika sosial yang dibutuhkan untuk menyelinap ke berbagai situasi. Ada makanan hangat setiap hari, dan kasur yang lembut dan nyaman untuk ditiduri. Dan luar biasanya lagi — kami diberi pakaian yang bagus, dan kami mendapat wanita yang kami mau. Hanya hal bagus yang berdatangan.
Setelah beberapa saat, aku mulai berpikir kalau ini dia, aku harus hidup sepenuh hati disini. Tapi masalah selalu menantiku, dan getaran ini mulai merangkak di kehidupanku.
Semua dimulai tahun lalu. Insiden itu melibatkan sebuah keluarga Marquess, dan sepertinya Sihir Kegelapan juga terlibat. Sihir Kegelapan yang bisa digunakan untuk mengendalikan seseorang. Tentu saja itu hal yang tabu, atau itulah katanya, tapi masalah ini ternyata berhasil mencuat. Tentu saja, informasi seperti ini biasanya dihapus oleh orang yang berwenang, tapi keluarga itu punya banyak koneksi gelap, jadi berita itu bocor sampai ke keroco seperti Mason.
Itulah bagaimana aku mengetahui tentang Sihir Kegelapan, atau Ilmu Hitam, dan bagaimana seseorang mendapat kekuatan itu, kekuatan yang Mason inginkan. Untuk mendapatkannya, seseorang yang bisa menggunakan sihir harus mengadakan ritual dengan tumbal. Tumbal itu adalah nyawa orang lain.
Mason terntu saja, tidak punya sihir apapun, dan saat itulah ia ingat kalau aku ada. Dibawah perintahnya, aku akan mendapat Sihir Kegelapan,
Dan segera… aku melakukan ritual dengan tumbal yang sudah disiapkan Mason — seorang kakek tanpa keluarga. Jujur saja, ide mengorbankan nyawa seseorang untuk mendapat kekuatan terdengar mencurigakan bagiku. Bahkan, aku ragu kalau itu bekerja. Tapi Mason, walau berasal dari keluarga kecil, sepertinya sudah mendapat dan mengumpulkan informasi yang terpercaya. Sebagai hasilnya, aku sukses mendapat Ilmu Hitam.
Tapi ketika aku mencoba menggunakannya, aku sadar kalau itu bukan kekuatan yang luar biasa. Ada banyak aturannya. Pertama, tidak mungkin untuk membuat seseorang merasakan emosi yang sejak awal tidak mereka miliki. Contohnya, aku tidak bisa membuat seseorang mencintai sesuatu yang mereka benci dan lain-lain.
Lalu ada fakta kalau sejak awal kekuatan sihirku lemah. Mungkin karena itu, Sihir Kegelapanku tidak bekerja untuk orang dengan kekuatan sihir jauh lebih kuat dariku. Kalau kekuatan sihir mereka jauh lebih kuat dariku, sangat sulit mempengaruhi mereka. Mason cukup kesal setelah menyadarinya.
Pria bernama David Mason ini berasal dari fraksi politik yang mendukung pangeran pertama kerajaan, Jeffery Stuart, ia mungkin dijanjikan posisi tinggi setelah Jeffery menjadi raja, jadi ia melakukan segala cara demi memastikan Jeffery menduduki takhta. Karena itu ia memintaku menjadi pemilik Sihir Kegelapan.
Dari apa yang kumengerti, Mason berencana menggunakan kekuatanku pada lawan Pangeran Jeffery. Mereka adalah Pangeran Ian dan Pangeran Geordo. Aku harusnya membuat mereka mengumumkan diri kalau mundur dari perebutan takhta. Tapi perbedaan kekuatan sihirku dan mereka terlalu banyak. Aku tahu sangat tidak mungkin mempengaruhi mereka. Semua pangeran punya talenta sihir yang luar biasa, jadi mencoba saja sudah sangat berisiko.
Untuk beberapa saat, Mason sangat kesal dan marah karena rencananya gagal. Ia bahkan melampiaskannya padaku. Tapi setelah tenang, ia akhirnya memutuskan untuk memikirkan cara lain memanfaatkan Sihir Kegelapan yang ia punya. Ya… aku yang punya tapi, terserah saja.
Mason berpikir dan berpikir tentang apa yang harus dilakukan. Dia tidak pintar, tapi ia akhirnya membuat rencana… yaitu penculikan.
Targetku bukanlah Pangeran Ian, tapi tunangannya, Selena Berg. Sepertinya ia tidak punya kekuatan sihir yang besar. Aku bisa menggunakannya untuk menangkap tunangan Pangeran Geordo, Katarina Claes, yang juga tidak punya banyak kekuatan sihir. Dengan begitu, rencananya adalah menggunakan kedua sandera itu dan memaksa kedua pangeran untuk mundur dari takhtanya.
Setelah segalanya selesai, aku akan menyalahkan semua pada Selena, dan menghapus keluarga Berg yang kuat dari kalangan bangsawan. Mereka adalah keluarga penting yang mendukung Pangeran Ian, dan ini akan membuat mereka keluar. Setidaknya, itulah rencananya.
Sungguh, David Mason bukan pria yang sangat pintar. Aku sudah pergi ke berbagai tempat, dan melihat berbagai tipe kriminal… tapi Mason? Dia hanya keroco. Baginya untuk
membuat rencana yang rumit ini… ya, dia memang sudah berusaha, tapi terlalu banyak lubang di rencana ini.
Tapi, kalau rencana ini gagal, aku hanya perlu memutuskan hubungan dengannya dan kabur. Kalau aku tidak bisa melakukannya, aku hanya perlu bilang kalau tuanku yang menyuruhku melakukan segalanya melawan kehendakku, dan mungkin meneteskan satu atau dua air mata. Aku terlahir dengan wajah yang cukup tampan, kalau boleh berpendapat. Kalau aku membuat ekspresi sedih yang cukup kuat dan menangis, mereka pasti berempati padaku. Aku sudah sering hidup di tepi kematian, dan berhasil melewati berbagai situasi berbahaya. Kali ini juga sama saja. Aku hanya perlu melewati berbagai hal demi selamat.
Dan begitulah, aku mengenakan pakaian mewah yang disiapkan untukku dan mengenakan kaca mata sebagai tambahan, dan menyusup di kediaman keluarga Berg. Setelah membuat persiapan yang cukup, aku berhasil menculik Katarina Claes, tapi…
“Aku tidak percaya… bahkan setelah semua yang terjadi, kau hanya tidur disini? Apa kau tidak takut sama sekali?!” kataku, tanpa sengaja kembali menggunakan cara bicaraku yang biasa.
Sudah dua hari sejak Katarina diculik. Kemarin malam, aku menggunakan Ilmu Hitam pada Selena agar ia tidak membeberkan apapun pada Katarina. Tapi malam itu, Selena menyelinap ketika aku tidak mengawasi. Ia menyelinap ke kamar Katarina dan berakhir menceritakan segala tentang plot Penculikan ini, sebelum akhirnya mengatakan kalau ia akan melepas Katarina, dan penculikan ini sudah berakhir.
Kurasa niat Selena jauh lebih kuat dari yang kubayangkan, dan sihirnya juga terlepas. Aku tidak percaya membuat kesalahan seperti ini… ukh. Sungguh sial.
Tapi tentu saja, aku tidak hanya membiarkan semua begitu saja, jadi aku menidurkan Selena dengan Imu Hitamku. Dan aku mengancam Katarina juga.
Ketika aku mengunjungi kamarnya esok paginya, aku berpikir kalau keheningan di kamarnya adalah bentuk rasa takut, dan kalau dia meringkuk dan gemetar entah dimana. Tapi, siang hari lewat tanpa suara. Apa dia pingsan karena takut? Karena itu aku tidak mau berurusan dengan gadis bangsawan… setidaknya, itu yang kupikirkan.
Aku masuk ke kamarnya — dan yang tidur terlentang dengan liur adalah Katarina. Kelihatannya dia tidur sangat nyenyak. Aku tidak bisa menghentikan diriku mengomentarinya.
“Hnnh? Rufus…?”kurasa Katarina akhirnya bangun, merasakan orang lain di kamar. Ia lalu memanggil namaku.
“Saya tersanjung Anda mengingat nama saya, Nona Katarina. Tapi, saya rasa, sekarang waktu yang tidak pas untuk bangun. Sudah lewat siang hari,”kataku.
Ia sangat terkejut. “Eh?! Sudah lewat siang hari!”
Untuk sesaat, aku kembali ke cara bicaraku yang biasa karena heran“…Kau bereaksi pada segala hal, ya,”
“Aku terkadang terkejut karena kelakuanku sendiri…”
“…Ya, saya juga sangat terkejut. saya tidak mendengar apapun dari kamar Anda sedari malam, dan saya pikir Anda memeluk lutut dan menangis pelan di pojokan. Tapi ternyata Anda malah tergolek, dengan tangan terbuka, dan mengorok di kasur…”
Apa dia benar putri seorang bangsawan? Mungkin aku tidak sengaja menculik orang yang salah? Hal itu cukup membuatku curiga.
Rumor mengatakan kalau dia cukup… aneh. Tapi aku tidak mengira kalau dia seaneh ini. Apapun itu, aku berpikir kalau dia agak gila. Lalu ia melihat padaku dan bicara.
“Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi yang paling penting… apa Selena baik-baik saja?”
Dia tipe orang yang membuat dan melewati jalannya sendiri, ternyata. “…Anda sangat sesuai dengan rumor, ya? Baiklah, akan saya jawab pertanyaan Anda. Nona Selena baik-baik saja; Beliau tidur dengan aman di kamar.”
“…Ah begitu.”dengan begitu, ia melihatku lagi. “Rufus… apakah kau Pemilik Sihir Kegelapan?”
Pertanyaan yang luar biasa blak-blakan. Bahkan aku sendiri ikut terkejut karena pertanyaannya.“…Hoo, bukankah Anda sangat blak-blakan.”
“Aku tidak tahu cara basa-basi.” Jawab Katarina dengan kebingungan.
“Anda sungguh orang yang aneh! Karena Anda tahu keberadaan Sihir Kegelapan juga… Kalau begitu, Saya rasa Anda juga terlibat dalam insiden tahun lalu.”
“!”Katarina membeku terkejut.
“Kaget? Karena harusnya semua itu ditutup rapat… ah. Tapi Anda tahu, tidak mungkin menutupi bangkai yang berbau. Karena, banyak bangsawan yang berhubungan erat dengan keluarga Dieke, juga cukup mencurigakan.”
Melihat bagaimana Selena membeberkan segalanya kemarin, kurasa tidak masalah membicarakan ini. Aku hanya perlu memanipulasi ingatannya. Dan karena ancaman kemarin sepertinya tidak berpengaruh pada gadis bangsawan eksentrik ini, aku harus menakutinya sedikit lagi.
“Jadi… Orang itu, juga, tertarik dengan Sihir Kegelapan.”
“…Orang itu siapa?”
“Ah. Dia tuan saya. Saya menjadi Pemilik Sihir Kegelapan karena perintah Beliau, sebelum pindah ke Keluarga Duke Berg…”
“Ke-kenapa?”
“Bukankah saya sudah menyebutnya tadi? Agar Nona Selena menjadi kambing hitam dari semua penculikan dan dosa lainnya. Agar ia bisa menghilang bersama Pangeran Ian, lenyap dari perebutan takhta, dan akhirnya dari kalangan bangsawan juga. Sama dengan Anda dan Pangeran Geordo.”
“Kenapa kau melakukannya…?”
“Kenapa? Tentu saja karena Anda menghalangi. Saya bekerja di bawah pangeran pertama kerajaan. Pangeran Jeffery menginginkan takhta… dan Beliau adalah sosok yang tidak akan ragu melakukan segala cara demi mendapat yang Beliau inginkan.”kataku, dan membiarkan senyum dingin, dan kejam muncul di bibirku. Katarina terdiam.
Akhirnya! Aku membuatnya diam. Kalau begini, ia akhirnya akan sadar diri.
“Anda pasti ketakutan sekarang? Kalau begitu, sekarang hanya itu yang kita bisa bicarakan. Saya akan menyiapkan makanan ringan disini — silahkan dinikmati.”
Aku meninggalkan bel di kamarnya, agar ia membunyikannya kalau butuh sesuatu, lalu aku pergi. Ya, dia mungkin tidak akan membunyikan bel itu. Atau itulah yang kukira.
Aku sadar betapa naifnya pikiran itu kurang dari satu jam kemudian.
Aku sedikit terkejut ketika aku mendengar suara bel itu berbunyi. Mungkin ia sedikit takut akan ancamanku. Tapi…
“Oh bukan, bukan begitu. Aku sebenarnya lapar. Tolong berikan aku sesuatu untuk dimakan. Sebentar lagi waktunya minum teh kan? Aku mau manisan dan teh.”
Permintaan aneh Katarina jauh dari yang kuduga. Sebelumnya, kupikir dia gadis yang eksentrik, tapi aku salah. Dia orang gila.
Dengan pikiran itu… aku sadar kalau melanjutkan sandiwara butler hanya akan terlihat bodoh. Lagipula, gadis ini mungkin tidak peduli cara bicaraku sama sekali.
“Ya, ini dia. Silahkan dinikmati,”
Bagaimanapun, aku sudah menyiapkan manisan dan teh yang dia minta dan menyerahkannya. Dengan “terima kasih” singkat ia menerimanya.
Bangsawan berterima kasih pada pelayan…? Katarina memang jauh dari bangsawan umumnya… atau mungkin dia bukan bangsawan yang sombong.
Setelah meneguk teh, ia berkata, “Bisa kau ikut minum teh denganku? Aku tidak suka minum sendiri,”
“…Kau… sungguh… Ah, terserah. Kegilaan ini tidak ada akhirnya kalau aku terus kaget.”aku sungguh tidak punya energi untuk kaget akan keanehan gadis ini lagi. Aku duduk seperti yang ia minta.
“Caramu bicara… berubah?”
Ah. Sepertinya dia baru sadar.
“Ah itu, ya. Aku pura-pura jadi butler, jadi aku harus bicara seperti itu. Tapi meladeni orang sepertimu sambil mempertahankan keformalan itu malah membuatku terlihat bodoh, tahu? Karena itu aku bicara seperti biasanya. Saya juga bisa kembali seperti ini kalau Anda mau, Nona.”aku sengaja memberinya senyum palsu seperti kalimat terakhirku, lalu…
“Tidak, tidak apa. Kalau kau kembali bicara formal rasanya… menjijikkan.”
“Ha, ya kan?”
“Tapi… kau bilang kau pura-pura jadi butler? Jadi aslinya kau bukan?” biasanya, aku akan mengelak pertanyaan ini. Tapi entah kenapa… aku merasa bisa menceritakan segalanya pada gadis ini.
“Apa aku terlihat seperti butler sekarang?”
“Tidak juga. Kalau dilihat bagaimanapun, kau terlihat seperti pria dari distrik kota terdekat.”
“Bagus sekali! Kau benar. Hebat, Sebenarnya… kau benar-benar bangsawan, kan? Apa kau pergi ke kota?”
“…Kadang. Aku menyamar juga.”
Jawabannya sungguh mengejutkan. Bangsawan lain, kebanyakan merendahkan orang biasa; mereka tidak akan mungkin pergi ke tempat seperti itu. Mason juga sama. Matanya mungkin tidak akan mau menatap orang biasa. Karena itu ia menggunakan kami seenaknya sendiri, seperti bidak yang bisa dibuang.
….Gadis ini tidak sepeti Mason. Ia putri tertua Duke, tetapi Gadis kelas atas ini masih pergi ke distrik kota. Dia sungguh aneh.
“Tapi… apakah kau benar-benar pria biasa dari distrik kota? Apa kau lahir disana?”
“Tidak. Kau hampir benar tapi aku tidak lahir disana. Kehidupan sosialku kuhabiskan disana, tapi aku lahir di daerah kumuh.”
“Eh? Daerah kumuh! Apakah ada daerah kumuh di kerajaan ini?!”
Sepertinya ia salah paham. Aku membenarkan perkataanku, dan melanjutkan, “Ah, salah besar. Aku tidak lahir di kerajaan ini.”
“Eh, benarkah?”
Wajah terkejut Katarina membuat hati nakalku tergelitik.
Aku tidak pernah menyembunyikan fakta kalau aku dibesarkan di daerah kumuh. Aku tidak berpikir itu hal yang buruk, tapi orang mengeritkan alisnya dan melihatku seperti kotoran. Atau, mereka melihatku dengan wajah kasihan, terutama ketika aku membicarakan caraku dibesarkan.
Tapi katarina sepertinya terkejut. Aku membayangkan bagaimana reaksinya kalau aku menceritakan sedikit lebih banyak tentang kehidupanku. Dengan pikiran itu, aku melanjutkan…
“Ketika kecil, aku bermain dengan teman-temanku dari daerah kumuh lalu ditangkap oleh pedagang budak. Jadi aku dijual, dan berkelana dari tempat satu ke yang lain hingga aku dibeli oleh tuanku yang sekarang… di negeri ini.”
Katarina terlihat lebih dan lebih terkejut. Reaksi itu jauh berbeda dengan kebanyakan orang. Jadi aku melanjutkan.
“Kaget? Seorang bangsawan yang dibesarkan penuh cinta dan kasih mungkin tidak percaya, tapi semua ini jauh lebih biasa dari dugaanmu, tahu? Terutama di negara yang miskin. Kalau ada, aku malah beruntung, kan? masih punya kaki, dan masih hidup, dan kini punya pakaian yang bagus untuk dipakai. Aku sangat beruntung.”
Saat aku bicara, aku memikirkan tentang pria itu, dia yang memberiku nama, untuk pertama kalinya. Pria itu mungkin sudah meninggal… tapi sepertinya aku juga mengatakan hal yang sama padanya dulu.
Aku kini sedikit bernostalgia. Aku kembali melihat Katarina, dan kini sadar kaau dia terdiam, dan menaikkan tangan ke dadanya.
“Ha, kaget? Kau juga diam sekarang. Atau kau mengasihaniku, berpikir kalau semua ini menyedihkan? Maaf, tapi aku tidak butuh. Sejak awal aku tidak pernah berpikir kalau aku sial.”
Aku sudah menceritakan tentang hidupku dan bagaimana aku sudah tidur dengan berbagai macam wanita. Ketika mereka mendengar apa yang terjadi, terkadang beberapa sangat terkejut dan mundur, dan beberapa menatapku kasihan.
Tapi aku percaya apa yang kukatakan. Aku tidak merasa sial. Sebenarnya, aku malah senang, dan merasa beruntung hidup seperti ini. Walau… tidak ada seorangpun yang memahaminya.
Kalau begitu, tim yang manakah gadis ini? aku mengeritkan alis, menunggu reaksinya.
Setelah keheningan lama, ia akhirnya bicara. “…keren.”
“Ehh?” aku tidak mengerti apa yang baru Katarina katakan, dan menurunkan penjagaan. Apa yang mau ia katakan? Apa aku salah dengar? Lalu…
“Aku pikir kalau cukup keren, Rufus.”
“…Apa-apaan? Ya, aku tahu aku tidak terlihat mencurigakan, tapi…”
“Bukan, bukan soal penampilanmu, tapi bagaimana sifatmu. Cara berpikirmu.”
“…Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.”
“Cara berpikirmu itu… menurutku luar biasa. Dan keren.” Dia tidak bicara dengan nada jijik atau menolak, atau bahkan merasa kasihan.
“Aku merasa cara berpikirmu memang luar biasa. Keren sekali, sungguh. Kau harus hidup seperti dirimu sendiri… tanpa tepengaruh mereka di sekelilingmu.”
Kalimatnya mirip. Apa yang ia katakan mirip dengan yang pria itu katakan, dulu.
“…Astaga. Aku sudah sampai disini, dan malah bertemu seseorang yang mengatakan hal yang sama dengan orang itu…?”
Aku merasa emosiku mengalir kembali ke masa lalu. Perasaan itu sangat aneh, bagai sesuatu yang sudah lama terlupakan, tiba-tiba kembali lagi.
Aku berbalik dan menatap Katarina, hanya untuk melihat matanya yang berbinar melihat langsung ke arahku. Sunguh, ada apa dengannya…? Sungguh gadis misterius. Tidak cuma aneh, tapi juga menarik.
Aku mengira-ngira apa yang ia pikirkan saat duduk diam disana. Sekarang ia melihatku dengan mulut menganga. Aku tidak bisa menahan pemandangan itu. Aku tertawa.
“Gahahahaha!!”suaraku yang tertahan sebelumnya kini berubah menjadi tawa. Aku tidak bisa menahan diri lagi — aku kembali tertawa, seperti ketika bercanda dengan teman-teman dari daerah kumuhku dulu.“Ha… kau sungguh menarik, tahu? Sudah lama aku tidak tertawa begini.”
“Ehh…”
Tiba-tiba rasanya seperti aku di lempar kembali ke masa-masa itu, saat menaiki gelombang emosi.
“Hei, ayo bicara lagi. Aku tiba-tiba ingin bicara terus denganmu.”
“…Oke.”
Semakin bicara dengannya, semakin sadarlah aku kalau Katarina memang luar biasa aneh.
Aku sebenarnya membeli roti makan ringan yang kusiapkan untuknya dari toko roti di distrik kota. Aku melakukannya, dengan niat menghina gadis bangsawan dengan memberinya makanan itu. Tapi untuk Katarina…
“Eh?! Toko roti di kota? Dimana tepatnya? Rasanya sangat enak! Aku harus kesana dan membeli rotinya kalau ada waktu!”katanya, tanpa bisa menutupi kegirangannya. Sepertinya dia tidak punya harga diri seorang bangsawan juga.
Lalu aku mengetahui kalau hobinya adalah berkebun. Dia bahkan tidak menanam bunga, tapi malah menanam sayur mayur. Dan kemampuan khususnya termasuk memancing dan memanjat pohon. Sungguh, dia malah terlihat seperti anak nakal.
Katarina juga sangat tertarik akan ceritaku berkeliling berbagai negeri dan kerajaan. Aku tinggal di dunia kotor dan gelap. Itu bukan tempat yang bagus, jadi aku tidak punya banyak cerita bagus untuknya.
Tapi, ia masih ingin mendengarnya, jadi aku menceritakannya. Aku menjelaskan tentang bandit dan perang antar geng, dan hal kelam yang kulewati. Gadis normal manapun pasti merasa ceritaku menyeramkan. Tapi Katarina tetap mengangguk dengan mata berbinarnya. “Luar biasa, Luar biasa!”katanya.
Jujur… aku merasa gadis ini tidak seperti gadis manapun yang pernah kutemui.
Sebelum menyadarinya, aku sudah tenggelam dalam percakapan dengannya, dan hari sudah berlalu. Saat itulah Katarina tiba-tiba menanyakan pertanyaan blak-blakan padaku.
“Jadi… omong-omong karena kau bukan butler, bukankah itu artinya ‘Rufus’ bukan nama asli, juga?”
“Ya, aku menggunakan Ilmu Hitam untuk menyusup ke keluarga Berg. Jadi apa gunanya menggunakan nama asli?”
“Kalau begitu… siapa nama aslimu?”
Aku merasa nama yang pria itu beri padaku melintasi pikiranku. “Sora,”yang ingin kukatakan, saat mata Katarina menatapku lekat. Tapi…
“Tidak punya. Tidak sepertimu, aku tidak punya orang tua. Sebelum menyadari diriku, aku sudah dibuang ke daerah kumuh.”
Nama pertama yang diberi padaku oleh pria itu… aku sudah lama tidak menggunakannya. Tapi ditanyai soal nama asliku membuatku memikirkannya.
Aku akhirnya menarik diriku kembali ke kenyataan, dan kembali melihat Katarina, hanya untuk melihatnya duduk terdiam.
“Oi! Kenapa kau diam begitu? Terlalu kaget mendengar pembicaraanku?”
Kami sudah membicarakan hal yang cukup berat. Kurasa mendengar tentang aku yang bahkan tidak punya nama dari orang tua terlalu berlebihan? Lalu, Katarina menjawab pertanyaanku dengan hal yang tidak terduga.
“…sangat indah.”
“Ha?” apa maksudnya? Aku tidak paham. Aku hanya menatap balik mata biru aqua Katarina yang bergemerlapan.
“Matamu! Matamu sangat indah, seperti langit biru yang bersih!”
“…”
“Dari mata biru indahmu; warnanya biru seperti langit,” adalah apa yang pria itu katakan padaku, dulu. Pria yang sama dengan yang memberiku nama “Sora.”
Apa yang ia baru saja katakan sedikit berbeda, tapi caranya berpikir mirip dengannya. Rasanya seperti aku bisa bertemu dengan sosok yang tidak akan pernah bisa kutemui lagi. Rasanya aneh.
Aku bahkan tidak menyadarinya, tapi segera aku memeluk Katarina. Hatiku dipenuhi emosi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Rasanya sangat berharga, sungguh perasaan yang luar biasa.
Aku mengelus wajah lembut Katarina, dan ia tertawa kecil. Aku merasa tertarik pada bibir merah mudanya.
Lalu tiba-tiba, suara keroncongan keras terdengar dari perutnya, dan membuatku kembali ke kanyataan.
Wajah malu Katarina tepat di hadapanku — dan aku tertawa lagi.
“Sepertinya aku juga akan membawakanmu makan malam.”
Walau kemarin aku memindahkan Katarina ke ruang lain saat makan malam atas permintaan Selena, tapi aku memutuskan kalau akan lebih baik mengantar makanannya ke kamar hari ini. Bagaimanapun, dia adalah sandera. Aku tidak bisa membiarkannya berkeliaran di manor ini.
Aku meminta pelayan membawakan makanannya ke kamar… hanya untuk diundang olehnya lagi. “Tidak asyik makan sendiri.”
Saat ini, aku merasa sangat nyaman bersama gadis ini, dan kalau menolaknya sekarang mungkin malah terlihat bodoh. Aku segera setuju.
“Omong-omong, apa yang terjadi pada Lana? Aku tidak melihatnya…”
“Ah, aku menyuruhnya mengerjakan sesuatu. Tidak usah khawatir.”
Lana adalah pelayan yang kupekerjakan beberapa saat lalu. Ia adalah bagian penting seluruh rencana ini. Ia tidak punya satupun keluarga yang hidup, jadi sangat mudah membuatnya diam kalau sampai membocorkan rencana ini. Aku sebenarnya mempekerjakannya untuk satu alasan, tapi setelah menyadari betapa bergunanya dia, aku menyuruhnya mengerjakan beberapa tugas lain. Ia melakukan seluruh tugasnya dengan rapi dan cepat. Ia sepertinya sangat mumpuni. Sekarang aku memintanya mengawasi Selena, yang membuat situasi sedikit lebih rumit.
Saat kami mulai makan, Katarina sekali lagi memintaku menceritakan kisah dari negeri jauh, dan aku mematuhinya.
“Ha! Sungguh Rufus, semua ceritamu sangat menarik.” Kata Katarina setelah makan, sepertinya puas dengan semua yang sudah ia dengar.
“Ceritamu juga sangat menarik. Sayang sekali kau putri seorang bangsawan.”
Ini pendapat jujurku. Sungguh, karena kelihatannya menjadi seorang bangsawan dengan kelakuan sepertinya terlihat merepotkan.
“Aku tidak pernah menjejakkan kaki di luar kerajaan ini, tapi ketika bicara denganmu, rasanya seperti berlibur ke luar negeri!”
“Hah, kalau denganmu, kurasa aku ingin pergi kesana lagi,”kataku dengan santai, mengikuti alur pembicaraan. Aku tidak menduga respon apapun.
Tapi — “Sungguh? Kalau begitu bawa aku lain kali!”
Mataku terbelak kaget. Apa-apaan maksudnya…? “Kita hidup di dunia yang berbeda, kau dan aku. Kau tahu itu kan? tidak mungkin aku bisa membawamu denganku.”
Aku tidak malu dengan cara hidupku. Walau begitu, aku tahu baik orang seperti apa aku, dan tempatku berada. Karena itu aku mengerti, setelah semua kegaduhan ini berakhir, aku tidak akan pernah bisa menghabiskan waktu lagi dengan gadis ini.
“Dunia… yang berbeda? Apa maksudmu? Bukankah kau duduk di depanku sekarang?” kata Katarina, dan melihatku langsung. “Kita mengobrol bersama, makan bersama. Bukankah ini artinya kita ada di dunia yang sama?”
Ekspresinya menunjukkan seperti aku mengatakan sesuatu yang sangat bodoh! Tentu saja, aku sendiri ikut tertawa. “Kau… sungguh aneh, tahu? Oke, aku paham. Aku akan membawamu lain kali.”
Katarina tersenyum senang mendengar kalimatku. “Oke! Janji kalau begitu. Hm… janji kelingking.”
Kelingking apa? Apa itu? Apa semacam gestur khusus dari kerajaan ini yang tidak kukenal?
Sadar kalau aku bingung akan kata-katanya. Katarina berdiri, bagai menyadari sesuatu. Ia lalu berjalan ke lemari di ujung ruangan dan menarik sesuatu dari gaunnya di lemari.
“Ini. Tanda janji kita — aku percayakan padamu.” Katanya sembari meletakkan sesuatu di tanganku.
Tanda janji… hanya sebatas itu yang kutahu. Seseorang akan memberikan barang pribadi miliknya pada orang lain agar mereka membawanya dan mengembalikannya setelah mereka bertemu lagi. Kebiasaan seperti ini mirip di berbagai negara, hanya saja… yang melakukannya saat ini hanya anak-anak atau wanita yang bekerja sebagai pelacur. Dalam kasus ini, Katarina pasti melakukannya seperti anak-anak.
Aku memandangi benda di tanganku, dan sedikit bingung. “Ini… bros?” sepertinya ada semacam batu yang tertempel disana.
“Warnanya cantik, kan? sama seperti matamu. Warna biru langit.” Katarina mengambil bros itu dari tanganku. “Lalu… kalau disinari ke cahaya begini… lihat? Warnanya berubah azure. Biru aqua. Seperti mataku, kan?”
Seperti katanya, saat batu itu tersinari cahaya, warnanya menjadi seperti warna matanya.
“Warna matamu, dan warna mataku… bros ini punya keduanya! Sempurna sebagai tanda perjanjian kita.”kata Katarina dan tersenyum lembut.
Aku terlahir dengan wajah tampan, jadi sudah biasa kalau wanita datang padaku. Nyatanya, aku tidak pernah punya masalah apapun dengan wanita. Semua akan mendekatiku, termasuk pelayan wanita dan “pekerja” lain. Mereka akan bercumbu denganku dan menggunakan kata manis yang sama, tapi… aku tidak merasakan sedikitpun hal semacam itu dalam kalimat Katarina. Ada rasa girang di matanya.
Memberikan batu yang punya warna sama dengan mataku dan matanya… entah kenapa, rasanya sangat meyakinkan. Aku tahu aku hidup di dunia yang berbeda dengannya. Aku sudah menyiapkan diri, sangat tahu kalau sia-sia saja menginginkan Katarina… tapi. Niatanku itu segera hancur karena satu kalimat ini.
Aku menggendong Katarina, dan memindahkannya ke kasur.
“Bersamamu… membuat dadaku panas. Sudah lama aku tidak merasakannya.”
Kehangatan ini adalah perasaan yang tidak kurasakan saat kecil. Sensasi yang misterius, dan saat bersamanya, semua sensasi itu mengisi hatiku yang kosong.
Aku melepas kaca mataku, dan memposisikan diri di atasnya. Walau banyak wanita melempar dirinya padaku hingga saat ini… tapi ini pertama kalinya aku benar-benar menginginkan seseorang.
“Hei… mau jadi milikku?”
Walau Katarina ditidurkan di kasur, entah kenapa, ia masih melihatku dengan tatapan bergemerlapan. Ini pertama kalinya orang melihatku begitu… dari posisi ini. Bukan tatapan nafsu atau menjijikkan yang biasanya kulihat. Jantungku berdebar kencang.
“Kalau kau terus melihatku dengan mata berbinar itu… jangan komplain kalau aku melakukan… sesuatu,” kataku, dan mencium leher Katarina. Bau yang harum dan manis memenuhi indera penciumanku. Aku tidak bisa menahan diri lagi.
“Em… tunggu— Rufus…?”
Aku meletakkan bibirku di kulit putih dan lembutnya… dan meninggalkan bekasku disana. Jantungku berdebar kencang. Bahkan aku tidak percaya apa yang kurasakan sekarang.
Hingga saat ini, tidak peduli dengan siapa aku tidur, aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Kalau aku bisa menjadikan gadis ini milikku, aku…
Tok tok! Suara ketukan keras terdengar di pintu.
“Tuan Rufus, apa Anda ada disana?”suara seorang pelayan terdengar keras.
Aku mendecakkan lidah karena gangguan itu. Padahal sudah sampai bagian terbaik…
“Aku sedang…sibuk,”kataku, tapi siapapun yang ada di balik pintu tidak mudah menyerah.
“Ada masalah yang cukup penting,”
Aku menyerah, sebagian karena kerasnya suaranya. Ada ketegasan di suara itu. Akhirnya aku menyerah dan melepas Katarina, lalu berjalan menuju pintu. “Ukh… padahal aku sedang sampai bagian terbaiknya.”
Setelah menghela, aku membuka pintu, hanya untuk melihat pelayan yang harusnya ada di sisi Selena, tersenyum.“Surat dari orang yang panting baru saja tiba untuk Anda,” katanya.
“Dari siapa…?” tanyaku, tanpa bersusah payah menyembunyikan kekesalanku.
Dia tersenyum kasar, “Saya tinggalkan di kamar Anda. Saya rasa lebih baik Anda membacanya.” Katanya, sekali lagi dengan senyum yang sama.
Mataku terbuka lebar. “…Kau. Jangan-jangan… Ya. kurasa ini akhirnya…”
Aku pikir dia hanya pelayan biasa yang tanpa satupun keluarga yang hidup, dan mempekerjakannya karena itu, tapi… tidak. Dia lebih dari itu. Pelayan ini mungkin agen rahasia dari keluarga lain yang menyusup dalam rencana ini sejak awal. Aku bisa tahu dari caranya tersenyum.
Karena, aku selama ini selalu melakukan pekerjaan kotor. Instingku tentang hal seperti ini biasanya benar. Bagaimanapun… rencana ini sudah gagal.
“Ya. kurasa ini akhirnya…” sejak awal rencana ini memang punya banyak lubang.
Dengan helaan berat, aku meninggalkan kamar.
Ketika aku kembali kamar, surat ada disana, seperti kata pelayan. Surat itu berasal dari Mason.
Sepertinya, manornya sedang dalam penyelidikan. Kurasa orang berwenang mulai mengawasinya. Kali ini, si keroco bertindak kelewatan. Itu artinya seluruh rencana ini sudah terbongkar. Mason tidak pernah menutupi jejaknya dengan baik. Kalau begini, pihak berwenang mungkin segera tiba kesini dengan berbagai bukti.
Ada dua jalan yang bisa kupilih sekarang. Pilihan pertama adalah kabur dari tempat ini secepatnya. Mereka pasti akan mengirim orang untuk mengejarku, karena sekarang aku punya Sihir Kegelapan. Tidak peduli berapa kali kupikirkan, kabur itu melelahkan.
Pilihan lain adalah menceritakan segala kelakuan Mason pada pihak berwenang, tentang catatan kriminal dan rencananya, semua sambil mengatakan kalau aku dipaksa. Sambil meneteskan air mata.
Situasi ini tak bisa dihindari, dan hidupku memang begini. Berkat ideku, dan wajahku yang tampan, kurasa aku akan baik-baik saja. Walau yang menjengkelkannya adalah nantinya kehidupanku mungkin dibatasi.
Kalau begitu… yang mana yang harus kupilih? Hidup dalam pelarian, atau kebebasanku dikekang…?
“Katarina… psst. Katarina.”
“Ha…?”
“Wah!”
“Haha. Kau sungguh tidur nyenyak, ya.”
“A-apa maumu?”
“Kurasa kau benar-benar berjaga, ya. Tapi tidak apa. Aku tidak akan melakukan apapun lagi. Sudah saatnya menghadapi kenyataan.”
Kurasa pihak berwajib akan segera datang. Aku juga tidak melihat si pelayan, Lana beberapa saat ini.
“Menghadapi… kenyataan?”
“Ya. jujur saja, aku ingin kabur denganmu, keluar dari kerajaan ini… tapi kurasa itu terlalu ceroboh. Aku menyerah. Segalanya jadi jauh lebih buruk, karena sihir ini. sepertinya aku akan jadi anak baik… dan dibawa ke tempat pengawasan.”
Aku memutuskan kalau aku tidak akan lari. Walau kebebasanku akan dikekang kalau tertangkap, tapi itu lebih baik ketimbang pilihan satunya.
“?”
“Ya… kurasa aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi, jadi aku kemari. Berharap untuk melihatmu untuk yang terkahir kali.”
Aku pernah mengacaukan banyak hal, dan aku juga ditangkap saat itu. Jadi aku merasa semua akan baik-baik saja. Tapi… aku tahu kalau aku memilih pilihan ini, aku tidak akan boleh melihat orang luar — orang biasa, sebuah peraturan yang mengikatku dari kehidupan pada bangsawan — untuk sementara. Aku tidak pernah peduli tentang itu hingga saat ini.
Karena, aku hanya membuat ikatan situasional dengan orang semacam itu saat bekerja saja. Kebanyakan, wanita yang lebih mudah didekati. Walau begitu, aku tidak pernah memikirkan untuk melihatnya untuk terakhir kali.
Kurasa segalanya berubah setelah bertemu gadis ini… aku meletakkan jariku di pipi Katarina, dan merasakan kulit lembutnya.
“Yang terakhir kali? Apa maksud…”
Aku bisa mendengar keributan dari luar kamar.
“Oh… mereka jauh lebih cepat dari dugaanku.” Aku menarik uluran tanganku dari pipi Katarina dan menjauh dari kasurnya. Kalau pangeran yang memanjakan dan mencintai Katarina itu sampai melihat ini, ia mungkin langsung menebasku.
Segera setelah aku menjauh, pintu didobrak keras. Ada beberapa orang di luar pintu. Tapi yang paling depan adalah…
“…Lana?”
Pelayan itu hanya tersenyum pada suara terkejut Katarina.“Ya. saya memang memperkenalkan diri saya begitu, tapi biarkan saya memperkenalkan diri dengan benar. Aku Larna Smith, dari Kementerian Sihir. Atasan Raphael. Kuharap kita akur.”
Ah, begitu. Jadi selama ini wanita itu dari kementerian. Keberadaan serta auranya jauh berbeda dari sebelumnya. Ia masih sama dengan orang yang kukira sebagai pelayan biasa, tapi kini ia memancarkan aura elegan. Karena ia bisa mengubah aura keberadaannya sesuka hati, ia pasti buka wanita biasa.
Lalu wanita-tidak-biasa itu mengalihkan pandang padaku dan berkata, “Sepertinya kau memilih menyerahkan diri… apa kau sudah menentukan pilihanmu?”
“Ya. aku akan mengatakan segalanya… dalam pengawasanmu,” aku mengangguk, membuat diriku terlihat seciut mungkin. Itu sangat penting untuk sosok “pemuda menyedihkan”ku.
“Bagus. Kurasa kau memilih hal yang benar. Kalau begitu… Rufus Brode. Kau ditangkap karena menculik Nona Katarina Claes. Cepat bawa dia pergi.”
Dengan begitu, beberapa orang yang berdiri di belakangnya sejak tadi — bawahannya dari kementerian sepertinya — mengelilingi dan menangkapku.
Sekarang saatnya aku dibawa pergi… tapi sebelum kami pergi, gadis itu memanggilku.
“E-Em!”kata Katarina. Matanya terlihat putus asa.
“Aku akan menjaganya. Sampai janji kita terpenuhi,”jawabku sambil menunjukkan bros di tanganku.
Katarina sepertinya merasa tenang, dan merespon dengan kata “Iya.” Yang bahagia.