God of Cooking - Chapter 270 Bahasa Indonesia
Penerjemah: Hennay
God of Cooking: Chapter 270 <Minat Spesial (3)>
Jo Minjoon ialah Jo Minjoon pada akhirnya. Dia tidak akan memposting sesuatu karena marah. Dia logis dan tenang, tetapi ada amarah yang tak terlihat yang meresap pada setiap kata-katanya.
[Setiap orang punya kekhawatiran. Kekhawatiran itu mungkin berbeda tiap orang. Baik dia sebagai manusia, pria, wanita, orang dewasa, anak-anak, juru masak, pengacara, maupun ibu rumah tangga. Bahkan saya pun punya kekhawatiran, baik sebagai manusia, seorang putra, juru masak, selebriti, dan terkadang sebagai pelanggan. Ketika saya punya kekhawatiran itu di kepala saya, saya merasakan rasa tanggung jawab yang dalam. Kekhawatiran itu mengubah hidup saya, terutama, tetapi terkadang hal itu juga dapat mengubah hidup orang lain. Oleh karena itu, kekhawatiran tidak bisa singkat atau tanpa beban.] [Namun, ada orang yang menganggap enteng kekhawatiran ini. Ada orang yang tidak tahu bobot kata-kata mereka. Atas nama kebebasan, ada orang yang salah mengira kesenangan adalah hak mereka. Mereka adalah orang-orang yang tidak memahami konsekuensi dari ucapan dan perilaku mereka yang tidak bertanggung jawab.] [Saya punya teman. Sejujurnya, dia bahkan bukan teman dekat. Kami saling kenal selama SMP, dan ketika kami bertemu lagi, wajah dan namanya kabur di benak saya. Ketika saya bertemu teman saya ini lagi, saya mengetahui bagaimana rasanya memiliki pertemuan yang tidak terduga di tengah jalan. Selama pertemuan ini, saya juga mengetahui bahwa kekhawatiran orang lain bisa menjadi kekhawatiran saya. Kami membagikan kata-kata dan pemikiran kami, bukan lewat kata-kata tapi lewat masakan.] [Tapi masakan itu diinjak-injak oleh kata-kata tidak bertanggung jawab dari orang lain. Tentu saja opini tentang masakan itu bebas. Suatu hidangan terbaik bagi sebagian orang, bisa jadi hidangan terburuk bagi sebagian orang lainnya. Saat ini, saya tidak berusaha mengatakan bahwa evaluasi orang tersebut salah. Akan tetapi, yang saya bahas saat ini adalah kata-kata ceroboh yang merendahkan nilai dan pengalaman orang lain hanya karena mungkin mereka memiliki pendapat, evaluasi, atau bahkan jalan yang berbeda. Saya ingin menunjukkan luka yang disebabkan oleh kata-kata ceroboh itu.] [Memasak sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Itulah mengapa setiap orang adalah ahli kulinernya sendiri. Entah kita menginginkannya atau tidak, kita menjalani hidup kita dengan menyantap semua jenis makanan. Dan waktu berperan besar. Tidak seorang pun boleh membandingkan nilai waktu yang dihabiskan orang untuk mencicipi makanan dengan nilai waktu yang dihabiskan para pecinta makanan untuk mencicipi makanan. Seharusnya tidak demikian.] [Itulah mengapa saya menulis artikel ini. Bukan karena seseorang menulis beberapa komentar buruk tentang teman saya yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk membuat mie. Itu adalah hak dia untuk melakukannya. Saya tidak menulis ini karena dia menganggap saya sebagai anak pemula yang tidak mengerti rasa mie yang sebenarnya. Ada banyak orang yang mengutuk dan merendahkan saya, tetapi saya tidak punya cukup waktu atau cukup tertarik untuk bereaksi terhadap setiap komentar negatif itu.] [Ada satu alasan mengapa saya marah. Orang ini membantah seorang pencicip makanan lain yang belum pernah dilihatnya karena dia ingin melindungi harga dirinya. Saya yakin sekarang bahwa dia tidak mengevaluasi mie itu tetapi mencelanya. Saya ingin bertanya kepada Anda semua betapa lucunya menjadi seorang pencicip makanan yang memperlakukan masakan dengan ditambah bumbu kebencian.] [Mr. Lee Namhoon. Anda salah]
“…Ini pertama kalinya aku melihat Minjoon semarah ini.”
Kaya membaca ulang kata-kata di Starbook beberapa kali dengan ekspresi aneh. Semakin dibaca, kata-kata yang tenang dan dipoles dengan baik, terasa semakin tajam. Dia sudah pernah melihat Jo Minjoon marah pada beberapa kesempatan. Dia melihat Jo Minjoon marah selama pesta dan dia juga melihat Minjoon marah padanya. Meskipun melalui siaran, dia ingat Minjoon pernah marah pada preman yang melecehkan seorang pedagang kaki lima di Thailand.
Hanya dengan membaca teks itu, Kaya tahu bahwa Jo Minjoon lebih marah dari sebelumnya. Selama dia marah sebelumnya, dia mengucapkan kata-kata itu untuk mempertahankan diri dari serangan lebih lanjut atau pertikaian lebih lanjut. Namun, kasus ini berbeda. Itu adalah serangan yang bukan hanya untuk bertahan.
“Kaya, bagaimana orang-orang di luar negeri akan menerima komentar ini?”
“Beberapa hanya penasaran… tapi tampaknya penggemar di Korea sedang menjelaskan situasinya. Namun, jika topik ini terus bergulir, entah apa yang akan terjadi di Korea.”
“Entahlah. Beberapa orang akan mengatakan itu seru. Sedangkan yang lain akan bertanya-tanya apa tak masalah bagi anak muda untuk bersikap kasar pada pengkritik makanan.”
“Kenapa usia jadi masalah? Apa tidak boleh anak muda berbicara?”
“Itu penting di Korea. Mereka biasanya membahas usia. Pengkritik makanan itu punya kelompok penggemar yang besar. Entah apakah dia punya lebih banyak penggemar daripada kakakku, tetapi dia adalah orang yang terpandang di Korea.”
“Aku tidak suka ini. Kenapa mulutnya lancang sekali?”
“Well… jabatan tidak membuat orang sukses, tetapi membuat orang berkuasa.”
Jo Ara berkomentar sambal menaikkan bahu. Kaya hanya memandangi komentar itu dengan wajah sedikit mengernyit. Terdengar suara berisik di ruang tamu. Ketika Kaya mendengar suara Jo Minjoon, dia keluar ke ruang tamu dan hendak mengatakan sesuatu padanya. Namun, saat dia melihat Minjoon tersenyum menyesal, dia urung mengatakannya. Dia tidak mau membuat khawatir anggota keluarga yang lain. Jadi Kaya hanya menggigit bibirnya lalu berbisik di telinga Minjoon.
“Temui aku nanti.”
Jo Minjoon tersenyum gugup. Dia bersalah karena menciptakan badai pada perjalanannya yang seharusnya tenang. Dia tidak bisa berkata apa-apa meski Kaya menyalahkannya.
Kaya tidak berkata apa-apa saat mereka meninggalkan rumah orang tua Minjoon. Dia mulai membicarakannya saat dia berbaring di atas tempat tidurnya.
“Ternyata kau tahu caranya marah.”
“Aku juga manusia.”
“Apa kau yakin tidak akan menyesali ini? Kau mungkin akan mendapat komentar buruk.”
“Saat kita jadi populer, kita pasti punya pembenci. Lalu kenapa beberapa pembenci lagi membuatku takut?”
Jo Minjoon berkata dengan percaya diri. Kaya tidak marah pada Minjoon, dia hanya merasa asing dengan sisi pacarnya saat ini. Sejujurnya, Kaya sudah pernah menyebabkan prahara yang lebih banyak dan besar daripada Minjoon, jadi dia sedikit khawatir pada Minjoon.
“Kau bisa mengatasi ini, kan?”
“Well, aku tidak tahu apakah aku akan mengatasinya atau justu bertarung.”
“Entahlah. Kau berpikir berbeda denganku tapi aku percaya padamu.”
Mendengar ucapan Kaya, Jo Minjoon meletakkan wajahnya di bantal dan tidak merespon. Setelah beberpa saat hening, Jo Minjoon merespon.
“Bagaimana jika aku terdorong emosi sehingga aku memposting komentar itu tanpa berpikir.”
Kaya merespon.
“Kalau begitu kau harus dihukum.”
*********
[Ucapan koki terkenal dengan pengecapan mutlak, Jo Minjoon, menyebabkan badai. Titik awal badai ini adalah penyebutan mi Pyongyang secara sederhana. Setelah Jo Minjoon memuji mie tersebut, yang mana telah dikritik oleh Mr. Lee Namhoon, seorang kritikus dan koki terkenal di masa lalu, Mr. Lee menanggapi komentar Minjoon dengan mengatakan bahwa itu tidak dievaluasi secara mendalam.…]
TV padam disertai bunyi bip. Ekspresi Lee Namhoon tampak sangat rumit sehingga tidak ada yang bisa menerka. Dia menghela nafas sambil menatap dekorasi di dinding.
‘Di dunia macam apa kita hidup hingga orang-orang jaman sekarang lebih percaya pada chef muda yang disebut-sebut memiliki pengecapan mutlak .’
Ucapan pertamanya yang dia tinggalkan terkait mie tidak begitu penuh kritikan. Tepatnya, dia hanya mengatakan bahwa mie itu tidak lagi sama. Sejauh ingatannya, itu hanya sebuah komentar. Namun, orang-orang membicarakan itu seolah dia mengatakan bahwa mie itu begitu tidak enak hingga tidak bisa disantap.
Dia tahu bahwa bertindak karena emosi itu salah. Dia marah pada kenyataan terkait sikap orang-orang yang berlebihan pada Jo Minjoon, yang hanya seorang bintang dunia yang sedang naik daun, daripada dirinya yang memiliki pengalaman bertahun-tahun. Tentu saja, hal itu tercermin pada komentar yang dia tinggalkan tentang toko mie itu. Namun, apa yang kita tabur itulah yang kita tuai.
“Professor, kurasa Anda harus minta maaf…”
“Apa kau baru saja menyuruhku minta maaf?”
Lee Namhoon melihat ke asistennya dengan tatapan dingin. Asisten melangkah mundur dengan ekspresi menunduk dan berbicara dengan hati-hati.
“Yang akan terjadi mungkin tidak berpihak ke kita. Jo Minjoon adalah koki terkenal dunia yang mendapatkan perhatian dari seluruh dunia. Meski mengabaikan fakta bahwa dia memiliki selera yang mutlak, tetapi orang-orang mempercayainya.”
“Jadi, kau mau aku membungkuk dan menyerah? Apa hanya itu yang bisa kau katakan?”
“Bukan itu maksud saya. Maksud saya, apakah Anda sungguh ingin keluar saat hari hujan? Lebih baik tunggu saja, nanti segera reda, dan orang-orang akan kehilangan minat.”
“Apa kau tahu bagaimana para murid menatapku saat ini? Aku bukan hanya pengkritik makanan. Aku adalah pengkritik makanan yang sebenarnya adalah seorang chef. Aku tidak mau kehilangan muka sebagai pengkritik makanan, terlebih sebagai seorang chef, jika itu berkaitan dengan gastronomi.”
Bukannya kata-kata Lee Nahoon tidak masuk akal, meskipun Lee Namhoon mengambil sikap keras kepala, hasilnya tidak terlihat bagus. Jadi, asistennya berbicara lagi dengan hati-hati.
“Bukankah lebih baik menyerah sesekali? Orang-orang tidak selalu menyalahkan pihak yang kalah. Terkadang mereka menganggap itu sedikit keren.”
“Mungkin begitu. Tapi kita sudah terlalu jauh. Jika aku ingin menyerah, seharusnya aku melakukannya pada saat Jo Minjoon membuat komentar pertama kali.”
Lee Namhoon membelalak pada asistennya.
“Aku tidak salah. Mie itu tidak seenak itu. Kaldunya tidak begitu kental, tidak terasa kaya, agak ringan. Aku tidak akan berkecil hati dengan pengecapan seorang pria muda yang merekomendasikan mie buruk seperti itu.”
Asistennya menghela napas. Kisahnya akan berbeda jika Lee Namhoon tahu bahwa dirinya salah dan tidak ingin menyerah. Akan tetapi, ini berbeda. Lee Namhoon tidak percaya bahwa dirinya salah. Lee Namhoon menggigit bibirnya lalu berkata.
“Ambilkan tabletku. Aku harus menulis sesuatu.”
“Apa yang akan Anda lakukan sekarang…?”
“Aku akan menunjukkan padamu pengkritik makanan yang sebenarnya.”
Asistennya merasa seolah seseorang memberikan beban berat padanya. Sifat keras kepala Lee Namhoon tidak bagus baginya. Dia benar, sikap keras kepala tidak merusak tekanan eksternal. Tetapi dalam situasi seperti ini, sikap keras kepalanya itu sedang menggerogotinya.
Asistennya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena sifat keras kepalanya itu tidak akan luruh. Apa yang dia harapkan hanyalah Lee Namhoon bisa melampaui monster genius Jo Minjoon.
“…Ini.”
“Aku sudah berada di situasi ini berkali-kali.”
“Saya tahu.”
“Aku tidak akan membungkuk. Aku tidak akan berhasil sampai sini jika aku tidak memiliki keterampilan. Aku sudah bertahan melewati segala macam gelombang. Segala macam tebing. Aku bukan orang yang akan dikalahkan oleh seorang anak yang berpura-pura memiliki pengecapan mutlak.”
“…Apa yang sedang Anda pikirkan?”
“Kita harus memverifikasi.”
Lee Namhoon selesai mengetik.
“Siapa yang benar.”
<Minat spesial (3)> Selesai.