God of Cooking - Chapter 266 Bahasa Indonesia
Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 266 <Sebuah kejutan (5)>
“Apa?”
Karena berita itu datang sebagai kejutan untuk Jo Minjoon, dia berkata dengan nada santai tanpa sengaja. Kemudian, dia segera meminta maaf.
“Maaf sekali. Saya berbicara santai. Saya sangat terkejut.
“Baiklah. Saya justru berterima kasih atas reaksi Anda. Semestinya itu berarti hidangan kami layak.”
“Hidangan layak? Kurasa itu hidangan yang luar biasa. Entah ada mie Pyongyang lain yang lebih baik dari ini. Tapi kenapa…”
Mendengar suara kecewa Jo Min Joon, Kim Minseok tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya menundukkan kepalanya dengan ekspresi sedih. Dengan hati-hati Kaya bertanya pada Jo Min Joon.
“Apa yang kalian bicarakan? Ekspresi kalian tidak terlihat bagus.”
“…Mereka bilang mereka tidak akan beroperasi lagi.”
“Apa?”
Kaya tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Matanya melebar dan menatap kosong pada mie Pyeongyang di depannya. Aroma hidangannya halus dan menarik karena kaldu dinginnya, dan kehalusan itulah yang membuat hidangan itu layak dipuji. Itu adalah hidangan yang menunjukkan dengan tepat apa itu nilai kesederhanaan.
“Kenapa? Apa yang terjadi?” tanya Kaya dengan marah.
“[Bahasa Inggris]: Aku tidak tahu. Tunggu. [Bahasa Korea]: Maaf, aku baru saja memberitahu Kaya berita itu dan dia sangat terkejut. Pasti terasa enak juga baginya.”
“Hidangan ini biasanya tidak cocok dengan selera orang asing… Aku bersyukur dia menikmatinya.”
“Boleh saya bertanya … tentang apa yang terjadi?
“Apa ada alasan untuk bertanya? Bukankah sudah jelas. Penjualannya menurun akhir-akhir ini…”
“Meskipun ada banyak perdebatan mengenai citarasa mie Pyeongyang. Jika seenak ini, ini akan tersebar dari mulut ke mulut dan Anda akan memiliki banyak pelanggan… Tapi apa yang terjadi?”
“Ada ulasan. Hanya satu yang buruk.”
Kim Min Sook bergumam dengan nada berat, lalu dia berhenti. Jo Min Joon berhenti bertanya karena dia tahu itu akan membuka luka lama. Jo Minjoon berkata,
“…Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi saya bisa merasakan kehilangan Anda. Siapa yang biasanya memasak mie?”
“Biasanya ibu kami yang memasaknya. Tetapi dia meninggal setahun yang lalu. Sejak itu kakak dan saya yang bekerja untuk mempertahankan restoran tetap buka karena kami membantu ibu kami sejak kecil. Tetapi kakak saya ada di restoran lebih sering daripada saya.”
“Oh…”
Begitu Jo Min Joon mendengar ibu mereka meninggal, dia mengerti apa masalahnya. Citarasanya berubah setelah ibu mereka meninggal. Itulah saat kritikan dan rumor buruk mulai menyebar. Namun, itu cerita yang salah. Jo Min Joon menatap mie itu.
‘…Meskipun citarasanya mungkin telah berubah, tidak mungkin lebih buruk dari sebelumnya….?’
“Omong-omong, Mr. Jo, Anda orang yang menakjubkan. Anda sudah dikenal di seluruh dunia meskipun Anda seumuran denganku. Anda mungkin menjadi salah satu teman saya yang paling sukses. Oh, saat saya pergi ke suatu tempat, bolehkah saya mengatakan bahwa Minjoon adalah teman saya.”
“Tentu boleh.” Saya juga akan mengingat Anda, Mr. Kim, sebagai seorang yang membuat mie Pyeongyan yang enak sekali”
Terharu oleh kata-kata Jo Minjoon, Kim Minseok mulai menangis. Karena dia tidak ingin menunjukkan penampilan yang tidak sedap dipandang, dia memalingkan wajah sambil memegangi hidungnya. Melihat wajah Kaya yang serius, Kim Minseok bergumam dengan nada malu-malu.
“Maaf. Saya memperlihatkan penampilan yang buruk. Tetapi dikuatkan seperti ini… membuat saya merasa lega.”
Pendapat Jo Minjoon sangat berarti bagi Kim Minseok karena dia dikritik dan merasa putus asa selama ini. Kemudian dia mengatupkan giginya dan mengepalkan tinjunya. Tinjunya terasa berat karena membawa penuh beban harga diri, keras kepala, penyesalan, ingatan, dan beban yang dibawa oleh mie Pyeongyang. Dengan melepas kepalannya, Kim Min Suk berkata dengan suara lembut.
“Silakan dinikmati makanannya. Dan lain kali.. jika ada kesempatan, apa boleh kita menjadi lebih santai bicaranya?”
“Tentu saja.”
Jo Min Joon tersenyum. Meskipun dia berusaha seceria mungkin, senyumnya berat, Kaya pun sama. Ekspresi mereka tidak banyak berubah setelah selesai makan dan meninggalkan restoran.
“Semestinya tidak begini.”
“Apa?”
“Bagaimana mungkin restoran yang bagus tutup karena kurangnya pelanggan? Ini tidak masuk akal.”
“Mie Pyeongyang biasanya adalah hidangan yang berbeda. Selain pelanggan yang menyukai mie, mereka tidak akan benar-benar memahami makna di balik rasanya. Karena indera pengecapmu sungguh berkembang, kau mungkin menyadari kehalusannya, tapi bagi orang biasa, itu akan terasa hambar.”
“…Kupikir sesuatu seperti itu mungkin menjadi masalahnya. Tetapi tetap saja itu memalukan. Andai saja orang-orang mengerti citarasanya, maka bisnisnya akan berkembang”
“Aku tahu, tetapi sesuatu tampak tidak benar. Biasanya toko mie Pyeongyang tetap buka karena ada pelanggan biasa dan pelanggan yang mengerti rasanya. Mereka bisa mulai kehilangan pelanggan begitu kualitas mie menurun tetapi…”
Saat Jo Min Joon terdiam, ponsel di sakunya bergetar. Itu panggilan dari Lee Haesoon, ibunya. Jadi, dia meletakkan ponselnya di telinga lalu berbicara.
“Halo.”
<<Sudah berapa lama kau sampai, dan kau masih juga belum menelpon ibu!!!>>
“Oh, aku lupa.”
<<Kau akan datang untuk makan malam, kan? Ibu akan memasak banyak makanan untukmu>>
Mendengar itu, wajahnya menegang. Dengan suara bergetar dia menjawab.
“Bagaimana kalau makan malam di luar?”
<<Tidak! Bagaimana mungkin aku menyajikan makanan dari luar pada calon besanku saat pertemuan pertama? Aku akan memasak sendiri>>
“Apa? Tidak! Kenapa kau tiba-tiba berusaha memasak saat kau biasanya tidak tertarik memasak? Ayo makan di luar saja.”
<<Saat seperti ini, baiknya memasak makanan untuk orang yang jelas akan menjadi keluargamu.>>
“… Kalau begitu jangan sentuh apa pun. Aku akan membantu.”
<<Tidak, kau kan masih jetlag. Bagaimana mungkin ibu memintamu memasak? Nikmati saja waktumu, Sayang.>>
“Menurutku, aku akan tersiksa jika aku menikmati waktuku. Tunggu saja. Aku akan segera sampai.”
<<Baiklah. Ibu tunggu.>>
Saat perbincangan usai. Dengan penasaran, Kaya bertanya pada Jo Minjoon.
“Apa itu ibumu?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Apa kau tahu bahwa suaramu berubah saat kau berbicara dengan ibumu?”
“…Well, aku tidak tahu itu.”
“Jadi, apa yang kalian bicarakan?”
“Ah…”
Jo Min Joon berhenti sejenak untuk memegangi dahinya. Ekspresinya berubah menjadi aneh seolah-olah dia bahkan tidak ingin membayangkan apa yang akan terjadi. Dengan hela napas dalam, dia berkata.
“Ayo ke apotik dan membeli anestesi.”
“Kenapa?”
Dengan nada ketakutan, dia menjawab,
“Ibu bilang dia sedang memasak.”
*****************************
Meskipun itu reuni setelah beberapa bulan, tetapi tampak sangat tidak menyenangkan. Segera setelah Jo Min Joon masuk ke rumah, dia mengerutkan dahi. Dia memegangi hidungnya lalu berkata.
“Bau apa ini?”
“Aku membeli bahan untuk memasak iga jadi aku sedang merebusnya sekarang.”
“…Apa ibu sudah menambahkan cukup air? Ini bau gosong.”
“Oh? Apa aku harus melakukan itu?”
“Biar kuperiksa.”
Dengan gugup, Jo Min Joon melihat ke panci lalu mengerang. Bawang bombay, wortel, dan kecap hangus dan menempel di dasar panci. Lee Haesoon menatap kosong panci dan berkata dengan gemetar.
“Apa? Resep dari internet bilang bahwa aku tidak perlu menambahkan air karena sayuran sudah mengandung air.”
“…Resep macam apa yang ibu lihat? Tentu saja, ibu tidak perlu memasukkan air ke dalamnya karena sayuran mengandung air. Tapi air akan menguap dengan cepat, jadi ibu harus menambahkan air secara konstan. Jika tidak sayurannya akan gosong.”
“Tetap saja, bukankah ini masih enak? Kudengar jaman sekarang orang-orang sengaja menghanguskan makanan.”
“Ini akan berbau seperti makanan hangus. Syukurlah dagingnya ada di atas sayuran dan tidak ikut gosong. Tetapi asapnya akan menyebabkan citarasa hangus.”
“Jika kau sangat bagus dalam memasak kenapa kau baru memperlihatkannya dua tahun terakhir?”
Itu pertanyaan yang rumit, jadi Jo Min Joon mengubah topik.
“Ayah masih kerja kan, tapi mana Ara?”
“Dia bilang sedang sibuk mempersiapkan kuliah. Ibu tak tahu apakah dia sibuk belajar atau malah sibuk menghabiskan waktu dengan temannya.”
“Seharunya yang pertama. Apa dia bilang akan pulang saat makan malam?”
“Ibu bilang padanya untuk menemui kakaknya jika tidak mau uang sakunya dipotong. Kapan para besan datang?”
“Mereka akan ke sini saat jam makan malam. Semestinya mereka sedang tidur atau mengobrol saat ini. Kaya akan segera ke sini. Dia sedang ke pasar untuk membeli bumbu dasar.”
“Maaf ibu telah membuatmu bekerja meski masih jetlag. Asiknya punya menantu seorang chef.”
“Memiliki menantu perempuan yang tahu cara memasak seratus kali lebih baik daripada yang tidak bisa, benarkan?”
“…Itu terdengar seperti tertuju padaku?”
Dengan seringai di wajahnya, Jo Minjoon berpaling dari tatapan ibunya. Itulah saat Kaya masuk. Dengan senyum di wajahnya, dia berbicara dengan bahasa Korea yang hancur.
“Apa kabar?”
“Selamat datang, Kaya”
Ini pasti hasil dari ibu mengikuti kelas bahasa Inggris. Jo Minjoon melihat bahan-bahan yang dipersiapkan ibunya lalu dengan santai berkata,
“Ini untuk Japchae, itu untuk bulgogi. Ibu bahkan membeli ikan corvina kuning.”
“Bagaimana ikannya? Bagus kan. Kudengar orang asing sangat suka bulgogi.”
“Untuk referensi saja, musim untuk ikan corvina kuning adalah musim gugur dan dingin. Dan kita telah melewati musimnya”
“…Cerewet sekali.”
Lee Hae Sun mendengus. Dengan mengambil apron dari ibunya, Jo Minjoon berkata.
“Biar aku yang memasak, Bu. Ibu istirahat saja di ruang tamu”
“Apa kau tidak butuh bantuan ibu? Aku jadi menyesal untuk kalian berdua.”
“Lebih baik ibu beristirahat saja di ruang tamu. Ini nyata, bukan karena kesopanan.”
“…Menjadi orang Amerika membuatmu sangat jujur.”
Dengan ekspresi menyerah, Lee Haesoon pergi ke ruang tamu. Kaya menatap Jo Min Joon.
“Apa yang kita buat?”
“Kita punya bahan-bahan untuk Japchae, Bulgogi, dan ikan corvina kuning… tetapi tidak asik jika hanya memasak seperti biasa. Ayo kita lihat apa yang ada di kulkas”
“Tidak ada yang lebih asik dari mengintip isi kulkas orang lain.”
Kaya berkata dengan senyum diwajahnya. Segera setelah Jo Min Joon membuka kulkas, dia menemukan brokoli.
“Kita bisa membuat puree dengan ini dan memasangkannya dengan ikan corvina kuning.”
“Bagaimana kita akan memasak ikan corvina? Dipanggang?”
“Tidak, kita harus mengolesnya … Tidak. Menurutku, lebih baik mengulitinya lalu dikukus. Karena sangat berlemak, menurutku ikannya akan matang merata.
“Jadi ikannya dimasak seperti itu. Bagaimana dengan mienya?”
“Paling baik membuat Japchae seperti biasa saja. Tetapi jika ingin mengubah sesuatu, lebih baik melakukannya di saat terakhir.”
“Bagaimana kalau menggunakan ini?”
Kaya mengangkat sepaket kulit lumpia transparan. Jo Min Joon mengangguk menyetujui. Hanya dengan melihat mata Kaya, Minjoon paham apa yang dipikirkan Kaya. Kaya ingin membungkus Japchae dalam kulit lumpia itu atau selang kah lebih jauh dengan menggorengnya. Pilihan yang mana pun merupakan metode yang bagus untuk memasak.
“Lakukan saja.”
Diskusi mereka tidak berlangsung lama. Meskipun mereka tidak bekerja di restoran yang sama, mereka biasanya memasak bersama di rumah. Sehingga, mereka saling mengerti seolah membaca buku. Mereka paham bagaimana satu sama lain memasak, menyusun rencana, dan bahkan keinginan apa yang dipikirkan.
Mereka saling bertukar pisau dan wajan dengan lancar. Dengan melihat pasangan itu memasak dari jauh, Lee Haesoon berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang hebat, tetapi saat mereka memasak bersama itu adalah level baru secara keseluruhan.
‘Ekspresi putraku sangat hidup saat memasak.’
Orang tua mana yang tidak mengagumi anak mereka? Akan tetapi menonton putranya memasak dengan Kaya, Lee Haesoon melihat ekspresi hidup yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Mengejutkan baginya melihat ekspresi baru semacam itu dari putranya yang telah dia besarkan selama lebih dari dua puluh tahun.
Hanya melihat pasangan itu menenangkan hatinya. Mengambil fakta bahwa Jo Min Joon adalah putranya, ada sesuatu yang memesona dari pasangan yang memasak bersama. Itu seperti sihir yang memikat penonton. Karena hal ini, Lee Haesoon tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mereka sampai Jo Ara tiba.
“Oppa! Kaya! Lama tak jumpa!”
“Kulitmu tampak lebih gelap.” jawab Jo Min Joon dalam Bahasa Inggris. Karena dia memikirkan Kaya di sebelahnya, Jo Ara membuat ekspresi gemetar. Dia menjawab dalam bahasa Inggris yang sedikit kurang lancar daripada Jo Min Joon.
“…Haruskah aku berbicara dalam Bahasa Inggris?”
“Aku akan berterima kasih. Lama tak jumpa, Ara.”
“Aku menyimak Starbook kakak. Kakak pergi ke restoran Pyeongyang bersama dan bahkan kakak bilang makanannya enak.”
“Tampaknya kau tidak belajar tapi malah bermain-main.”
“Apa itu yang harus kakak tanyakan? Omong-omong, komen yang kakak buat jadi viral. Dan perdebatan tentang mie Pyeongyang tampaknya sangat aktif di komunitas makanan saat ini. Aku hanya melihat media sosial temanku dan semuanya membahas tentang mie Pyeongyang.”
“…Kita jadi viral?”
“Kau belum lihat?”
Jo Ara menunjukkan layar ponselnya pada mereka. Berbagai media sosial, mesin pencari, bahkan saluran berita utama membicarakan mie Pyeongyang. Apakah ucapannya memiliki efek beriak di Korea? Sementara Jo Minjoon terlihat linglung, Jo Ara berkata.
“Bukankah restoran itu akan segera tutup? Tampaknya kakak memberikan nyawa lagi.”
<Sebuah kejutan (5)> Selesai.