God of Cooking - Chapter 262 Bahasa Indonesia
Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 262 <Sebuah kejutan (1)>
“Ini… selalu terasa sangat canggung.”
Jemma meringis segera setelah pesawat perlahan lepas landas. Minjoon tersenyum. Dia paham sekali bagaimana perasaan gadis itu. Dia merasakan yang sama ketika pertama kali naik pesawat.
Banyak hal telah sedikit berubah sekarang, tentu saja. Minjoon harus beberapa kali naik pesawat selama syuting Perjalanan Kuliner. Akan aneh jika sekarang dia masih merasa heran ketika naik pesawat. Kaya pun sama. Akan tetapi faktanya, wanita itu memejamkan matanya sambil agak mengernyit.
“Aku benci pesawat. Aku terlalu sering naik pesawat.”
“Kaya, jangan mencoba untuk merusak momen Jemma ini.”
“Aku tidak bermaksud begitu, aku…”
Kaya cemberut lalu menutup mulutnya dengan wajah kesal. Minjoon menoleh ke belakang. Dia, Kaya, dan Jemma duduk bersama di kursi sebelah kanan pesawat. Di belakang mereka ada Grace dan Bruce. Rupanya, tidak ada orang lain yang duduk di sebelah mereka berdua. Minjoon menoleh ke Jemma. Senang melihat senyumnya yang seperti anak-anak. Dia berkata.
“Jemma!”
Dia sedikit berteriak, tetapi gadis itu tidak mendengarnya. Minjoon menjulurkan tangannya lalu mengetuk jendela yang ditatap Jemma. Gadis itu melihat Minjoon dengan mata melebar. Minjoon tersenyum.
“Ini pertama kalinya bagimu bepergian ke luar negeri, kan?”
“Iya.”
“Bagaimana rasanya?”
“Oke. Kenapa kau bertanya sesuatu yang sudah jelas padanya?” respon Kaya kesal. Saat Minjoon membelalak pada Kaya, Jemma menjawab dengan tergagap.
“Semua ini bagus. Bersama… dengan keluarga… dan…”
Jemma mengangkat bahu sambil tersenyum canggung. Gadis itu sungguh tidak suka berbicara panjang lebar karena pengucapannya yang kurang jelas. Dia tidak menunjukkannya, tetapi itu jelas bahwa dia memiliki memori yang menyakitkan soal ini. Minjoon juga bisa tahu bahwa Jemma merasa sedikit canggung ketika membicarakan keluarganya. Tidak sulit mengetahui alasannya.
‘Mungkin ada kaitannya dengan Bruce.’
Kaya dan Jemma ada dalam situasi yang berbeda di sini. Kaya dan Bruce punya hubungan darah, tetapi Jemma dan Bruce tidak. Kaya menemukan ayah kandungnya, dan Grace menemukan suami lamanya. Tetapi Jemma tidak bisa menemukan panggilan yang tepat untuk orang baru dalam keluarganya. Nyatanya, Minjoon tidak pernah melihat Jemma memanggil Bruce dengan sebutan ‘dad’ sejauh ini.
Bruce mungkin juga merasa sama. Dia bahkan juga tidak tahu apa yang Jemma rasakan tentang semua ini. Tidak hanya itu, Bruce juga masih menyelesaikan masalah dengan Kaya dan Grace. Tidak aneh bila pria itu tidak punya waktu untuk membangun hubungan dengan Jemma.
‘Apa yang bisa kulakukan soal ini?’
Pemikiran itu sebenarnya muncul beberapa kali. Kaya akhirnya tertidur dan Jemma sibuk melihat ke jendela. Waktu santai mereka berakhir ketika pramugari datang untuk menyajikan makanan.
“Makanan hari ini adalan pilihan antara risotto jamur atau stik ayam. Yang mana yang Anda mau?”
“Aku pilih risotto. Kau mau apa, Jemma?”
“Mmm… Ayam saja.”
“Aku tidak, terima kasih.”
Minjoon menoleh melihat Kaya, yang cemberut padanya.
“Makanan di pesawat tidak terasa enak. Aku tidak mau.”
“…Well, sepertinya kau seringa makan makanan pesawat di masa lalu.”
“Dan masih menyantapnya. Setiap kali aku bepergian antar negara.”
Kaya menggelengkan kepalanya dengan sedih. Makanan pesawat pasti terasa buruk untuk orang-orang dengan lidah yang sensitif seperti dirinya. Dia mungkin lebih memilih menyantap bawang bombay panggang. Minjoon bisa mengerti bagaimana perasaan Kaya ketika makanannya datang.
“Bagaimana risottonya?” tanya Kaya.
“Ini bukan risotto… ini hanya bubur.”
“Skornya?”
“…Sudah lama kau tidak menanyakan itu padaku. 5.” jawab Minjoon dengan santai. Dia teringat dia pernah tersentuh saat pertama kali dia menyantap jambalaya di pesawat. Dia tersentuh karena ternyata makanan di pesawat bisa terasa sangat enak.
‘Aku penasaran apakah aku akan merasakan kegembiraan yang sama jika aku makan jambalaya lagi?’
Mungkin tidak. Minjoon saat itu dan saat ini adalah dua orang yang sangat berbeda. Dia telah banyak mencoba makanan enak pada titik ini. Dia bahkan bisa membuat itu semua. Standardnya untuk makanan terlalu tinggi.
‘Untuk memikirkan aku tidak bisa menikmati makanan karena aku tahu banyak tentang itu…’
Aneh sekali. Minjoon menoleh ke Jemma. Gadis itu mungkin merasakan hal yang sama. Selain fakta bahwa Kaya sukses dan mereka keluar dari palung kemiskinan, bukan berarti dia bahagia. Grace bertemu mantan suaminya dan Kaya terpenuhi mimpinya. Tetapi Jemma tidak mendapat apa pun. Dia bahkan tidak bisa sembuh dari kecacatannya. Minjoon bahkan tidak ingin membayangkan bagaimana perasaan gadis itu. satu hal yang bisa Minjoon lakukan adalah berusaha bersikap baik padanya.
“Bagaimana, Jemma? Enak?”
“Iya. Sangat lembut, tidak keras. Aku suka.”
“Itu bagus.”
“Kau mau?”
“Tidak, terima kasih. Aku suka yang ini.”
Minjoon tersenyum. Jemma memotong ayamnya dengan sedikit usaha dan melihat ke luar jendela. Dia melihat ke lagit biru yang cerah di depannya sambil berkata.
“Aku tidak berpikir aku bisa melihat pemandangan seperti ini.”
“Kenapa tidak?”
“Wel… New York adalah duniaku. Kupikir aku hanya akan mati di sana.”
Jo Minjoon menoleh untuk melihat Kaya. Minjoon menghela napas. Kaya sedang tidur. Jika dia mendengar apa yang diucapkan Jemma saat ini, dia akan sangat marah. Minjoon melihat Jemma dengan wajah geram.
“Jangan mengatakan hal seperti itu. Tidak ada hidup yang tidak berarti selama kau tdak menyerah.”
“Bagaimana kau begitu yakin?”
“Aku pernah menyerah, dan aku telah bangkit dari keadaan itu.”
“…Tetapi aku berbeda. Aku bahkan tidak bisa berbicara bahasa Inggris dengan benar.”
Ada kebencian yang teramat besar dibalik suaranya. Minjoon melihat gadis itu dengan tenang. Tetapi gadis itu tidak menoleh ke belakang. Dia hanya menatap ke luar jendela dengan perasaan tertekan.
“Jemma, aku tidak akan bisa mengerti semua penderitaan yang kau lalui. Aku bahkan tidak bisa membayangkan seberapa besar rasa sakit yang kau derita. Tetapi aku bisa mengatakan ini. Aku pernah menyerah pada mimpiku. Aku membuat seribu alasan untuk membenarkannya. Menurutmu, bagaimana perasaanku soal alasan-alasanku itu saat aku bermimpi lagi?”
“…Aku tidak tahu.”
“Semua alasan itu adalah omong kosong. Pada saat aku memutuskan untuk mengikuti mimpiku, aku belajar bahwa apa yang tampaknya seperti dinding sebenarnya hanyalah tangga.”
“Tapi,… Aku bahkan tidak tahu apa yang ingin kau lakukan.”
“Maka dari itulah kami di sini.”
Jo Minjoon mengulurkan tangannya. Dia tersenyum saat gadis itu meraih tangannya.
“Kami akan di sini untukmu apa pun yang kau inginkan. Kami akan mendukungmu bahkan disaat kau merasa tidak bisa melangkah maju. Tapi kau harus bisa berjalan sendiri.”
“Bisakah aku…melakukannya?”
“Kau jauh lebih kuat dari yang kau pikirkan, Jemma. Aku menyukaimu bukan karena kau adik Kaya. Ini karena kau orang baik. Jadi berhentilah membenci dirimu, Jemma. Hanya orang buruk yang membenci seseorang. Walau yang mereka benci adalah diri mereka sendiri.”
Jemma tidak merespon selama beberapa saat. Dia tampak berpikir banyak hal. Gadis itu berakhir menutup mulutnya setelah mengucapkan terima kasih. Ketika napasnya mulai tenang, seseorang berbicara pada Minjoon.
“Terima kasih telah menjelaskan seperti itu.”
“…Ternyata kau bangun?”
Jo Minjoon menoleh untuk melihat Kaya. Wanita itu mengernyit lalu merespon pelan.
“Aku tidak bisa terlihat jelas masih bangun. Jemma akan membencinya jika dia menyadari aku mendengarnya.”
“Jangan terlalu khawatir soal dia. Kita bisa melakukannya. Dia anak yang baik.”
“Iya, aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa mengatakannya sendiri. Aku tidak bisa menjadi orang yang menceramahi Jemma, aku hanya bisa menjadi seseorang yang selalu mendukungnya.”
Minjoon tidak mengoreksi Kaya. Dia sedikit paham apa yang Kaya coba katakan. Kaya menderita praktis hampir setiap hari, jadi Kaya mungkin tidak mau menjadi orang yang menceramahi gadis miskin lainnya. Kaya melihat Jemma sesaat lalu bersandar di bahu Minjoon.
“Terima kasih, kau ada bersama kami.”
“Kenapa memangnya? Kau juga ada untukku.”
“Kau juga pasti merasa sangat bersyukur.”
“…Iya, itu benar.”
Minjoon mengangguk sambil tersenyum.
“Jemma selalu seperti pekerjaan rumah bagiku. Seseorang yang harus selalu aku rawat. Namun, aku tidak pernah membencinya. Karena aku menyayanginya.”
“Itu menakjubkan. Sulit untuk bertanggung jawab di usia sedini itu.”
“Tapi aku sebenarnya tidak memberi kesempatan gadis itu untuk berjalan sendiri. Aku hanya menggendong gadis itu di punggungku dan… maaf aku melakukannya.”
“Jangan. Kau adalah kakak yang baik. Seorang kakak yang sangat baik, dan pacar yang sempurna.”
Kaya tertawa kecil. Dia mengalihkan pandangan sebelum dia melanjutkan.
“Syukurlah tidak ada kamerawan di sini. Kita tidak akan bisa membicarakan ini jika dia di sini.”
“Inilah persisnya kenapa aku melarangnya untuk mengikuti kita ke Korea. Kita butuh waktu kita sendiri. Aku merasa stress karena tahu kita selalu ditonton.”
“Tentu saja.”
Kaya tersenyum. Dia mengangkat bahu dengan jahil.
“Aku merasa sangat bersyukur bahwa seseorang merekam hidupku. Semua kenangan kita ditayangkan lewat televisi. Cukup adil. Serasa menonton ulang Grand Chef beberapa kali. Tapi, jangan khawatir. Beberapa orang akan berusaha untuk berbicara dengan kita nanti di Korea, entah kau suka atau tidak.”
“Apa kita seterkenal itu di Korea?”
“Lebih dari yang kau pikirkan.”
Kaya tampak bingung. Dia tidak tahu seberapa populer mereka. Tetapi rasa penasarannya tidak bertahan lama. Setelah beberapa jam di bandara,…mereka disambut oleh ribuan lampu flash kamera.
<Sebuah kejutan (1)> Selesai
salman444
kasih lanjut dong