God of Cooking - Chapter 261 Bahasa Indonesia
Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 261 <Cita Rasa Sehat (5)>
“Guru, kau tidak perlu sejauh ini…”
Rachel mengunjungi tempat Minjoon dan Kaya di pagi hari ketika mereka akan berangkat bepergian. Dia sedang membawa kantong berisi bahan-bahan di tangannya. Minjoon segera mengambil alih kantong itu untuk ditaruh di atas meja. Rachel menghela napas lelah.
“Aku seorang juru masak. Aku membuat makanan untuk puluhan, bahkan ratusan orang setiap hari. Jika aku bahkan tidak bisa memasak untuk muridku sekali saja saat dia sakit… Aku juru masak yang mengerikan, bukan?”
“..Terima kasih. Tapi aku sudah sembuh. Sebenarnya, aku hanya kelelahan. Tolong jangan terlalu khawatir.”
“Kau sebaiknya mengatakan itu sebelum pingsan.”
“…Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan.”
Minjoon berbicara dengan nada meminta maaf lalu menutup mulutnya rapat-rapat. Rachel mulai mengeluarkan bahan-bahan dari kantong bawaannya dengan wajah tanpa emosi.
“Sudah kubilang istirahatlah dengan baik. Apa kau sudah melakukannya?”
“Iya, sudah.”
“Memasak? Apa kau selalu memasak?”
Minjoon tidak tahu bagaimana menjawab itu. Rasa-rasanya Rachel akan menegurnya terlepas dari apa yang dia katakan. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk jujur saja soal itu.
“…Aku tidak sering memasak, tetapi aku memasak sendiri makananku atau membantu selagi aku bisa. Tapi aku tidak berlebihan.”
Rachel diam menatap Jo Minjoon. Kenapa sorot mata Rachel sangat membuat sress dirinya saat ini? Ketika Minjoon mengalihkan pandangan ke wortel di meja, Rachel berkata.
“Kenapa kau mulai memasak lagi?”
“Mmm… Menurutku, itu adalah rasa hormatku pada makanan yang enak, dan menurutku aku terpesona oleh cara chef memotong sayuran-sayuran di TV. Menurutku, itu kombinasi dari banyak hal.”
“Apa kau tahu kapan kau mulai membenci pekerjaan yang biasanya kau sukai?”
“Aku sungguh tidak tahu.”
Alih-alih merespon, Rachel justru mengeluarkan pedangnya. Menonton bagaimana wortel terpotong seperti tofu di bawah tangan Rachel itu sangat menawan. Suara pisau membentur papan talenan, suara wortel terbelah, dan suara lengan baju Rachel bergerak ke atas dan ke bawah. Saat Minjoon mulai menikmati kebisingan itu, Rachel berbisik pelan padanya
“Yaitu ketika kenangan menyakitkan muncul kembali dalam pekerjaanmu.”
Jelas apa yang dimaksud Rachel dengan kenangan menyakitkan itu. Minjoon sungguh tidak tahu bagaimana cara meresponnya. Rachel tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia malah bertanya. Pisaunya tidak berhenti bergerak, dan suaranya masih membawa serta setitik kekhawatiran.
“Di mana Kaya sekarang?”
“Dia sedang menjemput keluarganya. Mereka akan segera datang.”
“Bagus. Aku tahu aku hanya akan membuat diriku tampak seperti wanita tua jika Aku terus berbicara, tetapi dunia membutuhkan orang tua sepertiku sesekali. Malangnya, sepertinya hari ini aku harus memerankan itu. Jangan membuat Kaya seperti aku. Jika kau pingsan di dapur, maka Kaya akan mulai membenci dapur. Kau tahu maksudku kan?”
Itu peringatan. Sebuah peringatan yang mengatakan pada Minjoon bahwa kesehatannya sangat penting bagi orang lain. Minjoon berpikir sejenak. Bagaimana Kaya akan hidup tanpa dirinya? Tentu, Minjoon tahu bagaimana Kaya di dunia ini sebelum dia kembali ke masa lalu. Namun, saat itu Kaya tidak kehilangan Minjoon. Hanya Kaya yang tidak mengenal Minjoon. Jika Kaya berakhir meninggalkan industri ini selama satu dekade karena dirinya, seperti yang dilakukan Rachel…
“…Itu adalah saran yang tidak akan bisa dia lupakan. Terima kasih.” respon Minjoon dengan serius. Rachel mengangguk. Sejauh yang kutahu, Minjoon akan menepati kata-katanya apa pun yang terjadi. Dia mungkin sangat khawatir dengan kesehatannya setelah ini. Itu cukup bagus.
“Apa kau mau membantu?”
“…Bolehkah?”
“Aku punya kemungkinan lebih tinggi akan pingsan dari kerja berlebihan dibanding dirimu saat ini. Akan aneh jika aku yang pingsan setelah menyuruhmu untuk tidak bekerja berlebihan, ya kan?”
“Aku harus mulai dari mana? Bukan, apa yang ingin kau buat, Guru?”
“Sup zucchini, salsa salmoriglio, dan Caponata di atasnya. Tidak ada hidangan penutup. Itu tidak sehat.”
“Oh… lebih sederhana dari yang kukira.”
Rachel beralih menatap Minjoon, membuatnya menggerakkan tangannya lebih terburu-buru.
“Bu-bukan, aku hanya berpikir guru akan membuat sesuatu yang heboh. Seperti hidangan dengan daging berukuran besar. Ini lebih sehat dari yang kupikirkan.”
“Mungki jika kau pingsan baru kemarin. Tapi, aku tidak melihat itu perlu dilakukan saat ini. Kau mungkin akan berakhir sakit perut jika kau makan banyak sekarang.”
“Mm… yang mana yang bisa kukerjakan?”
“Tolong, persiapkan bahan-bahan untuk sup zucchini.”
“Iya, chef.”
Minjoon dengan santai mengangkat pisaunya. Baru ketika dia selesai memotong bawang bombay dan bawang putih, Kaya dan keluarganya tiba di rumah. Mereka semua bingung melihat Rachel, membuat Minjoon tersenyum simpul.
“Tampaknya guruku sungguh ingin menjamu kita sebelum pergi.”
“Oh astaga… Terima kasih, Ms. Rachel. Haruskah aku membantu…?”
“Tidak perlu, mom. Duduklah, kau akan menghancurkan bahan-bahan.”
“Apa kau setidak percaya itu padaku?”
“Iya, lalu menurutmu kenapa aku menyuruhmu untuk duduk?”
Kaya mendidihkan air, saat dia berusaha membantu. Grace melihat Kaya dengan agak tidak setuju lalu menunjukkan senyum pada Rachel.
“Aku dulu banyak membaca majalah yang memuat dirimu, Ms. Rachel. Aku selalu berpikir untuk memasak hidanganmu untuk anak-anakku, tetapi aku selalu saja sibuk.”
“Selalu sulit untuk memulai sesuatu. Ini belum terlambat. Silakan beri tahu aku jika kau tertarik memasak. Aku tidak bisa mengajarimu, tetapi aku bisa memberikan sedikit tips.”
“Sungguh? Terima kasih banyak.”
Saat mereka berdua berbincang, Jemma menonton mereka bertiga memasak dalam diam. Itu makan siang biasa, yang mana keluarga memasak bersama makanannya. Tetapi kali ini, yang memasak adalah Minjoon, Kaya, dan Rachel. Aroma yang tercium dari dapur sangat menggoda.
“Minjoon, apha yang khau buath?”
“Oh, aku membuat sup zucchini soup, salmoriglio, dan kaponata.”
“…Aku tahu sup apa itu, tetapi aku tidak tahu lainnya apa.”
“Itu semua hidangan mediterania. Kaponata adalah sebuah hidangan tumis sayuran dengan ikan atau gurita yang disajikan dengan saus berbasis anggur. Salsa salmoriglio adalah hidangan ikan yang disantap dengan saus salmoriglio… Ini, lihatlah.”
Minjoon menunjukkan mangkuknya pada Jemma. Dia sedang menuangkan jus lemon ke dalam mangkuk minyak zaitun dengan blender tetap menyala.
“Aku membuat gelembung-gelembung seperti ini sambil mencampur jus lemon. Aku tidak bisa menambahkan terlalu banyak sekaligus.”
“Kenapa tidak?”
“Ini sederhana. Jika aku menambahkan terlalu banyak, ini akan terpisah. Minyak tidak akan menyatu dengan air, jadi sama seperti membuat mayonnaise. Omong-omong, aku mencampur seperti ini dan… kau mau mencobanya? Tolong tambahkan beberapa oregano dan parsley di sini.”
“…Oh-mmm, segini?”
“Sempurna. Iya, betul. Dua lembar daun oregano dan dua tangkai parsley. Apa kau juga bisa menambahkan sesendok air mendidih?”
Dengan hati-hati, Jemma menambahkan air panas ke dalam saus. Minjoon membumbuinya dengan garam dan lada lalu dia menyeringai.
“Selamat.” Kau membuat hidangan ini dengan aku.”
“…Aku?”
“Iya. Kau sudah membantu, kan?”
Jemma melongo melihat mangkuk itu sesaat lalu tersenyum. Senyumnya sedikit aneh, tetapi cantik. Dengan melihat senyum itu, Minjoon merasa tertampar. Jika dia pingsan, itu artinya dia akan menghancurkan senyum yang indah itu. Dia tidak mau memberi luka yang sama yang dialami Rachel pada orang lain.
Rachel berperan mengolah ikan. Minjoon mau dengan sukarela mengerjakan peran itu, tetapi Rachel tidak mau digantikan.
“Aku mau menjadi yang terakhir yang menyelesaikan makanan. Dan…”
Rachel tidak menyelesaikan kalimatnya. Tetapi setelah beberapa menit, Kaya dan Minjoon bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan.
“Jadi begitu… cara guru menangani api.”
Keterampilan Rachel dengan api sungguh menakjubkan. Kaya mendapat banyak pujian di Grand Chef atas keterampilannya menangani api, tetapi Rachel berbeda. Rachel tampak seolah menyadari bahkan untuk tiap bulir lemak yang keluar dari ikan. Dia menjauhkan panggangan dari api sebelum setetes lemak menghantam api, dan sebagai hasilnya, ikan bisa dimasak bahkan tanpa sedikitpun gosong.
Semua orang yang melihat makanan itu tampak seperti serigala yang kelaparan. Makanan Rachel bahkan membuat orang yang kenyang jadi lapar lagi. Kemudian Kaya berkata dengan nada bingung.
“Kenapa kita punya enam hidangan, yaa? Ah, ini milik Anderson?”
“Tidak. Dia pergi ke restoran lebih awal pagi ini.”
“Lalu untuk siapa?”
Minjoon terbatuk dengan canggung. Kemudian, sebuah suara mesin berdengung dari luar rumah. Kaya melihat ke luar jendela, lalu membeku seketika. Dia menyadari mobil Sedan mahal yang ada di luar. Kaya, Jemma dan Grace, semuanya menoleh untuk melihat Minjoon, membuatnya terbatuk lagi dengan canggung.
“Aku mengundangnya.”
“…Kau seharusnya memberi tahu kami.”
“Kupikir itu akan terlalu memperrumit perasaan kalian.”
Mereka tidak mengatakan apa pun. Memang, mereka perlu meningkatkan hubungan mereka dengan Bruce, tetapi tidak ada peningkatan yang terjadi. Pada akhirnya, Minjoonlah yang mendorong masalah itu ke pangkuan mereka. Minjoon menuju pintu dengan santai, lalu tersenyum dengan lelah. Bruce tampak lebih canggung dibanding mereka bertiga yang di dalam.
“Selamat datang, Bruce. Apa kabarmu baik?”
“…Aku sungguh tidak tahu bagaimana menjawabnya.”
“Boleh aku masuk?”Tentu saja. Silakan, lewat sini.”
Bruce ddiam mengambil kursi untuk duduk di meja. Akhirnya Rachel lah yang pertama memecah keheningan di antara mereka.
“Senang berjumpa denganmu, Mr. Bruce. Apa kau ikut dalam perjalanan bersama mereka?”
“Ah… iya. Itulah yang terjadi pada akhirnya.”
“Bruce sangat ingin bergabung. Dia bahkan sempat menangguhkan jadwalnya untuk sementara karena ini.”
Bruce menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung saat Minjoon mulai memotong daging ikan. Rachel memutuskan untuk menggunakan ikan kakap merah untuk salsa salmoriglio.. Rasa yang penuh dari ikan bersatu dengan minyak zaitun dan lemon, membuatnya terasa hampir seperti mimpi. Mata Minjoon bergetar karena gembira.
“Kenapa kalian tidak makan? Cobalah ikannya, sungguh sangat enak sekali.”
Ketika mereka mulai makan, mata Jemma melebar begitu dia mecoba sesuap penuh sup.
‘Ini terlalu enak…!’
Bukan seperti mereka menggunakan alat yang spesial atau resep spesial. Namun, ini menakjubkan. Cita rasa keju dan zucchini di dalam mulutnya meleleh dengan menakjubkan. Jemma bukan satu-satunya orang yang merasakan ini, tentunya. Semua orang di meja makan terpesona oleh makanan, cukup untuk hampir bisa mengenyahkan kegugupan di antara mereka. Grace berkata yang pertama.
“Ini enak. Ini sangat enak, Ms. Rachel.”
“Terima kasih, senang sekali aku mendengarnya.”
“Bagaimana kau menyukainya, Bruce? Apa enak?”
Grace berusaha sebaik mungkin untuk berbicara santai dengan Bruce. Bruce melebarkan matanya sejenak lalu menjawab dengan suara gemetar.
“Oh, eh, iya. Ini enak. Ini enak sekali. Aku suka.”
“…AKu tidak bisa membuat makanan seperti ini. Aku hidup terlalu sibuk untuk memasak.”
“Maafkan aku!”
“Kau tidak perlu berpikir seperti itu. Syukurlah putriku menjadi chef hebat. Keluarga kita berakhir bahagia dengan satu dan lain cara, terlepas dari kesulitan kita. Bagaimana denganmu? Apa kau bisa makan?”
“…Ti-tidak juga.”
“Aku penasaran kenapa itu terasa melegakan untuk didengar.”
Grace tersenyum masam, membuat Kaya berbicara pelan padanya.
“Mari kita menyantap banyak makanan enak saat kita pergi ke korea.”
“Iya, ayo.”
Perbincangan berlangsung canggung. Namun masih terisi dengan kecemasan, penasaran, dan cinta. Minjoon tersenyum dalam hati saat dia memasukkan daging ikan ke dalam mulutnya. Dia tidak bisa merasakan cinta yang familiar di di restoran. Itulah yang membuat sesi makan dengan mereka saat ini terasa sangat sehat. Bukan, Itulah yang membuatnya sangat indah.
<Cita rasa sehat (5)> Selesai.