God of Cooking - Chapter 259 Bahasa Indonesia
Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 259 <Cita Rasa Sehat (3)>
Sepertinya semua rasa kantuk sudah terusir dari Minjoon. Dia mulai memposisikan badannya setengah duduk, sebagian karena betapa seramnya suara Rachel terdengar di sana. Chloe berusaha membantunya bangun, tetapi Kaya sedikit lebih cepat. Dia menekan ringan bahu Minjoon.
“Duduklah. Kau pasien, jangan berusaha untuk berdiri.”
“…Aku pasien saat ini?”
“Iya, benar. Masih pasien. Dokter bilang kau butuh istirahat.”
“Aku merasa seolah aku hanya berbaring sementara. Kalian semua menatapku itu malah membuatku stress, lho…”
Kaya melihat ke sekitar sejenak setelah mendengar itu. Ruangan itu sangat penuh dengan orang, bukan hanya staf dapur, tetapi juga teman-teman Minjoon dan para pelanggan. Kaya berkata dengan tegas,
“Jika kalian tidak cukup dekat untuk minum bersama dengan Minjoon, kumohon keluarlah. Aku berterima kasih kalian telah mengkhawatirkan Minjoon, tetapi dia butuh istirahat sekarang.”
Chloe mulai merasa aneh ketika dia mendengar apa yang dikatakan Kaya. Dia mendekatkan bibirnya ke sebelah Kaya untuk berbisik.
“Tunggu, Minjoon kan tidak minum.”
“Iya, maksudku jika tidak tahu soal itu, berarti sebaiknya keluar saja,” bisik Kaya pada Chloe.
Minjoon masih tampak sangat bingung, seolah tidak tahu apa yang sedang terjadi. Wajah tenang dari orang-orang yang dikenalnya menunjukkan warna kegugupan saat ini. Kaya selalu berpikir melihat wajah itu akan membuatnya merasa menang, jadi kenapa dia merasa terluka saat dia melihat itu? Kaya menghela napas, dan menoleh ke Anderson.
“Anderson, sebaiknya kau yang jelaskan padanya apa yang terjadi.. Ada banyak sekali hal yang ingin kukatakan di kepalaku.”
“…Kau saja, yang satu-satunya berbicara selama ini adalah kau?”
“Diamlah.”
Kaya berpaling lalu menggenggam tangan Minjoon. Anderson berkata dengan kesal.
“Kau pingsan. Di dapur.”
“…Bagaimana dengan para pelanggan? Apa ada masalah dengan makanannya?”
“Apa itu yang pertama kau khawatirkan?”
“Maksudku, memang apa lagi yang lebih penting?”
“Orang-orang di sini.”
Anderson mengangkat tangan dan menunjuk semua orang di sekitarnya. Ada banyak sekali orang berdiri, semuanya dengan pakaian, rambut, ekspresi, dan postur yang berbeda. Satu hal yang mengikat mereka bersama adalah rasa khawatir di wajah mereka.
“Kau membuat orang-orang khawatir, lalu hal pertama yang muncul di pikiranmu adalah restoran? Apa kau serius saat ini?”
Minjoon akhirnya paham apa yang terjadi. Dia menggigit bibirnya sedikit lalu berusaha duduk bersandar lagi. Kaya menyipitkan matanya, tetapi dia tidak berusaha menghentikannya lagi. Minjoon berkata dengan suara pelan.
“Maaf telah membuat kalian semua khawatir.”
“…Apa badanmu baik-baik saja?”
“Iya. Kurasa aku baik-baik saja. Pinggangku sedikit sakit tapi, mungkin karena tidur terlalu lama…”
“Aku akan membicarakannya nanti, karena kau baru saja bangun.”
“Tidak bisakah sekarang? Kau membuatku merasa gugup…”
“Kau masih tidak menyadari apa yang telah kau lakukan, kan?”
Jo Minjoon menunduk. Rachel menepuk kepala Minjoon pelan.
“Sebaiknya kau istirahat. Aku membuatmu menggunakan perangkat kerjamu terlalu berlebihan karena kau begitu baik dalam bekerja. Maaf.”
“Ah, guru, kumohon jangan meminta maaf. Guru membuatku merasa semakin menyesal.”
“Itulah tepatnya alasanku mengatakan ini. Jadi beristirahatlah, dan cepat sembuh. Apa yang bisa kulakukan padamu untuk itu adalah…”
Rachel mengeluarkan selembar kertas. Ada banyak hal yang tertulis, tetapi satu kata yang secara khusus terlihat olehnya: liburan. Minjoon mendongak melihat Rachel dengan ekspresi syok. Tetapi sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Rachel berkata lebih dulu.
“Dilarang menolak. Ini adalah istirahat. Kau bisa memikirkan ini sebagai hukuman atau sebagai tidur siang singkat.”
“…Aku akan menganggapnya sebagai keduanya. Maaf. Tapi berapa lama aku harus beristirahat?”
“10 hari. Tetapi jika kau masih seperti ini setelah sepuluh hari, aku tidak akan membiarkanmu kembali masuk dapur.
Jo Minjoon tersenyum canggung. Setelah itu, dia harus menyapa beberapa orang sejenak. Jika Kaya tidak menghentikannya, dia mungkin akan harus berbicara selama setidaknya setengah hari.
“Tolong berhentilah. Dia mungkin akan pingsan lagi jika kalian berusaha berbicara dengannya satu per satu. Kalian sebaiknya pergi saja.”
“Minjoon, Minjoon, semoga berhasil! Cepat sembuh.”
“…Apa kau berusaha membunuhku dengan rasa malu?”
Minjoon berusaha mengutarakan ketidak setujuannya, tetapi Kaya tidak mendengarkan. Dia mengangkat tangannya. Tiga, dua, satu.
“Minjoon, Minjoon, semoga berhasil!”
€
Ellie Foster: Jika ini sebuah film, dia akan didiagnosa dengan penyakit yang tidak bisa diobati di sana.
└ David Goldberg: Apa kau sungguh harus mengatakan itu pada seorang pasien?
└ Ellie Foster: @David Goldberg Apa aku terdengar seperti aku mendoakan kematian seseorang? Karena sama sekali bukan itu yang terjadi.
Bill Cosby: Kuharap dia cepat sembuh. Aku suka sekali makanannya. Kukira dia mungkin mati sama seperti Daniel di sana. Syukurlah dia hanya terlalu banyak bekerja.
Nick Colson: Aku ingin melihat dia memasak lagi. Dia jelas terlihat lebih baik dalam seragam chefnya dari pada memakai baju pasien.
└ Bill Cosby: Jika seragam chef tidak cocok pada seseorang yang sangat antusias dalam bekerja, itu gurauan yang sadis. Aku setuju. Aku berharap segera melihatnya lagi.
└ Nick Colson: @Bill Cosby Aku tidak pernah mengunjungi Rose Island karena bekerja. Tetapi aku sudah mencoba Jo Reggiano di tempat lain. Itu sangat lezat. Cukup lezat untuk memasukkan makanannya dalam daftar impianku. Kuharap dia selalu sehat. Setidaknya sampai aku menyantap makanannya.
“…Syukurlah tidak ada kontra apa pun.”
“Kenapa orang harus menuliskan hinaan saat kau sakit?”
“Beberapa orang selalu melihat keburukan pada hal yang terjadi padamu.”
Kaya menggerutu dengan sinis. Minjoon menghela napas lalu mematikan notebooknya. Kaya memberikan segelas minuman. Itu tampak seperti minuman, tetapi anehnya itu berwarna merah.
[Telur Prairie] Kesegaran: 98%
Bahan Asal: (Bahan-bahan disembunyikan)
Kualitas: Tinggi
Skor: 5/10
“…Telur Prairie?”
“Oh, kau tahu? Minumlah.”
“Apa isinya?”
“Kau tahu namanya, tetapi kau bahkan tidak tahu apa yang ada di dalamnya?”
Kaya melihat Minjoon dengan aneh, membuat Minjoon menghindari tatapannya. Kaya menghela napas lalu berkata.
“Orang-orang meminum ini ketika mereka mabuk. Ini jus tomat dengan cuka, telur, garam, lada, dan saus pedas. Tapi aku juga menambahkan kecap.”
“…Apa kau mencoba membuatku meminum limbah makanan?”
“Itu bagus untukmu.”
“Tapi aku tidak mabuk.”
“Well, terserah. Minum saja, memegangi ini membuat lenganku sakit.”
Dia membantah dengan logika anehnya. Namun, Minjoon tidak ingin membuat Kaya terus memegang minuman untuknya, jadi Minjoon menenggak habis minuman itu dalam sekali minum.
“…Tidak enak.”
“Berikan itu.”
Kaya mengambil gelas itu dan pergi ke tempat lain. Setelah beberapa saat, dia kembali ke ruangan dengan mangkuk di lengannya. baunya membuat Minjoon menelan ludah. Kaya menyeringai melihat Jo Minjoon.
“Kudengar kalian di Korea menyantap ini ketika sakit?”
“Kau membuat ini sendiri?”
“Kau selalu membuatkan itu untukku ketika aku sakit. Kenapa? tidak bolehkah aku membuatkan sesuatu untukmu? Jika kau melarangku memasak untuk orang yang kusukai padahal aku sudah mempelajarinya dalam waktu lama, aku akan membenci semuanya.”
“Aku juga”
Jo Minjoon menyeringai lalu mengangkat tangannya. Ada daging ayam putih di suwir mengambang di atas bubur labu. Dia pikir Kaya mungkin telah menggunakan entah bubuk masal atau labu untuk ini, tetapi tampaknya tidak dua-duanya. Bubur itu beraroma terlalu kompleks untuk itu.
Bukan, bukan hanya kompleks. Aroma ini hampir melukai rongga hidungnya. Minjoon menoleh
“Kau menambahkan saffron?”
“Iya.”
“Hah…”
Minjoon tercengang sambil tersenyum. Saffron. Bumbu termahal di dunia. Itu sesuatu yang terlalu mahal untuk digunakan pada semacam bubur. Ketika Minjoon melihat Kaya dengan tatapan tidak setuju, wanita itu berkata dengan santai.
“Rachel memberikan itu. Dia menyuruhkku untuk membuatkanmu makanan.”
“…Tapi apa kau sungguh harus memasukkannya ke dalam bubur?”
“Bukankah itu budayamu? Kukira kalian suka dengan sup lebih dari apapun.”
“Itu benar, tapi… Kita biasanya fokus pada cita rasa nasi atau bahan lain yang selaras ketika kita membuat bubur.”
“Diam dan makan saja. Aku yang membuatnya. Ini spesial.”’
“Oke.”
Pada titik ini, jika dia terus mengeluh, dia hanya akan menghina Kaya dan saffron itu. Minjoon mengesampingkan pendapat di kepala dan mengambil sesuap. Dia langsung menyeringai.
“Ini enak.”
“Tentu saja. Menurutmu siapa yang membuatnya?”
Kaya menyeringai sambil mengangkat bahu. Dia tidak hanya mengatakan ini untuk membuatnya senang. Dia pikir saffronnya akan terkubur dalam bubur, tetapi itu malah membuatnya bersinar dengan baik.
‘8/10, hah.’
Mungkin sangat merepotkan untuk membuat bubur yang sederhana seperti ini. Minjoon membaca dengan seksama resepnya. Segera setelah dia membacanya, dia baru menyadari betapa repotnya Kaya saat membuat ini.
“Kau membuat kaldunya dengan tulang ayam, lalu kaumemasak dagingnya dengan sous vide? Kau tidak menggunakan mesin, jadi ini tidak sempurna, tetapi iya, ini lembut. Kau menyaring kaldunya beberapa kali… Kemudian mendidihkan nasi dengan itu. Kenapa kau mau repot-repot membuat ini?”
“…Kau tahu kau seperti monster kadang-kadang?”
“Hei, jangan memanggilku seperti itu, itu menyayat hatiku.”
Kaya duduk dalam diam, lalu merebahkan kepalanya di pundak Jo Minjoon.
“Hei, jangan begitu, kau berat.”
“…Apa kau sungguh harus mengatakan itu sekarang? Di saat ada getaran ini?”
“Getaran apa?”
“Tidakkah kau ingin mengatakan sesuatu yang manis dan romantis padaku?”
“Iya.”
“Jadi kenapa reaksimu sebaliknya?” keluh Kaya kesal. Minjoon tersenyum, lalu mencium bibir Kaya. Kaya mengernyit.
“Apa kau berusaha mengakhiri ini hanya dengan itu? Apa menurutmu ciumanmu seberharga itu?”
“Lalu apa yang harus aku lakukan?”
“Ayo bepergian.”
Apa-apaan. Saat Minjoon berusaha memikirkan kenapa mereka berdua harus bepergian, Kaya mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Mata Minjoon mulai gemetar hebat. Kaya dengan santai berkata.
“Aku juga mendapat liburan. Empat tiket. Mau ikut?”
“…Apa kau bercanda?”
“Aku tidak bercanda.”
Kaya melambaikan tiket di depannya dengan jawaban singkat. Mata Minjoon mengikuti tiketnya perlahan ke kanan dan ke kiri. Kaya sedang memegang tiket ke Korea Selatan.
<Cita rasa sehat (3)> Selesai.