Baca Light Novel LN dan Web Novel WN,Korea,China,Jepang Terlengkap Dan TerUpdate Bahasa Indonesia
  • Daftar Novel
  • Novel China
  • Novel Jepang
  • Novel Korea
  • List Tamat
  • HTL
  • Discord
Advanced
  • Daftar Novel
  • Novel China
  • Novel Jepang
  • Novel Korea
  • List Tamat
  • HTL
  • Discord
Prev
Next

God of Cooking - Chapter 254 Bahasa Indonesia

  1. Home
  2. God of Cooking
  3. Chapter 254 Bahasa Indonesia - Si Aneh (2)
Prev
Next

Penerjemah: Hennay

 

Dewa Memasak: Bagian 254 <Si Aneh (2)>

Ada sedikit kursi di Rose Island yang terkenal sebagai spot bagus di antara para pelanggan reguler. Tentunya, pertama adalah kursi yang menghadap laut. Bisa melihat pantai, pasir, dan orang-orang di restoran, itu sangat romantis bagi pelanggan.

Kedua adalah kursi yang menghadap dapur. Suara penggorengan yang beradu dengan tungku kompor, suara pisau saat memotong sayur-sayuran, dan suara api. Semua itu terdengar seperti musikal.

Terakhir, kursi di sebelah air mancur. Melihat air, patung, dan pohon kecil membuat seseorang merasa berada di sebuah hutan di musim semi.

Meja tempat duduk para inspektor Michelin bukan di kursi-kursi itu. Mereka berbaur di tengah aula, duduk di meja yang dikelilingi dinding keramik. Bukan tidak nyaman, tetapi dibandingkan dengan tiga kursi itu… jelas kurang. Wanita muda di meja itu mengeluh pada pria tua di sebelahnya.

“Kenapa mereka tidak bisa memberikan posisi duduk yang bagus? Bagaimana menurutmu, Paul?”

“Jaina. Mohon jangan mulai mengeluh dulu. Lagipula,perusahaan sudah berusaha keras mendapatkan kursi untuk kita di restoran ini.”

“Kudengar, sangat sulit bagi mereka untuk menemukan orang yang mau datang ke sini. Kau tidak boleh datang lagi selama tiga tahun setelah kau datang ke sini.”

“Aku tidak mengerti. Pergi ke restoran adalah pekerjaan kita, kan. Menurutku, aku tidak begitu peduli tentang restoran jika aku pergi berlibur.”

“Biasanya, itulah kasusnya. Tetapi apa kau tahu apa yang aneh? Banyak inspektor pergi ke restoran dalam liburan mereka.

“…Aku tidak mengerti. Mereka punya pekerjaan sebagai inspektor. Jadi, kenapa datang ke restoran saat liburan?”

Saat Paul hendak merespon, pelayan berjalan menghampiri mereka. Dia seorang wanita berambut pirang dengan setelan hitam, yang terlihat seperti sekretaris.

“Selamat datang di Rose Island! Nama saya Annie, dan saya akan melayani Anda hari ini. Silakan panggil saya bila Anda membutuhkan apa pun.” kata Annie sembari meletakkan menu di depan mereka.

Saat dia mulai menjelaskan menu pada mereka berdua, Paul menyadari ada yang aneh di menu.

“Apa Jo Reggiano tidak ada?”

“Ah, itu tidak masuk dalam menu set standar. Anda harus memesannya secara terpisah. Anda mau?”

Paul mengangguk tanpa ragu.

“Ya tolong. Ini ada di daftar keinginanku.”

“Baik. Untuk minumannya, kami menyajikan air soda atau air mineral dengan lemon dan jeruk nipis. Yang mana yang Anda inginkan?”

“Saya mau air soda.”

“Air mineral, tolong.”

Tepat setelah Annie pergi, Jaina berbicara pada Paul.

“Bukankah akan lebih baik jika tidak memesan Jo Reggiano? Mungkin itu tidak akan cocok dengan menu set.”

“Mungkin memang tidak. Tetapi mengingat aku tidak boleh datang ke sini lagi selama tiga tahun ke depan… aku mau mencicipi yang aslinya di sini. Jadi aku bisa mengingat rasanya.”

“Apakah yang asli begitu penting? Maksudku, Minjoon kan sudah mengungkap resepnya. Menurutku, tidak penting lagi siapa yang membuatnya.”

Paul hanya bisa tersenyum masam sebagai responnya. Jaina tidak punya sisi romantisme. Paul merespon dengan nada santai.

“Apa kau tahu panduan kita disebut apa oleh para chef sekarang?”

“Apa?”

“Panduan toilet. Panduan yang memberikan bintang berdasarkan keindahan toiletnyaa.”

“…Sial. Apa mereka tidak memikirkan makanan mereka?”

“Entahlah. Tetapi logis jika mereka marah. Lagipula, kita pun tidak bisa menjelaskan pada mereka perbedaan antara tiga atau dua bintang.”

“Maksudku, aku akan menjad subyektif, tidak peduli bagaimana kau menjelaskannya.”

“Nah, itulah. Semua itu bergantung pada opini subyektif kita, tapi kita mencoba untuk menilai sesuatu seoalah opini lita mutlak dan obyektif… Bisa dimaklumi mereka marah.” gerutu Paul kesal. Jaina menatapnya sejenak lalu mengatakan hal lain.

“Apa kau sedang membicarakan kejadian waktu itu? Apa yang dilakukan chef pada dirinya setelah kau melepas…”

“Hentikan. Aku tidak ingin membicarakannya. Bahkan toilet adalah aspekpenting ketika memberikan bintang pada sebuah restoran. Jo Reggiano jauh lebih besar dari sekedar toilet di tempat ini.

“Benar. Omong-omong… Tempat ini tidak semewah dan seindah yang kupikirkan. Tempat ini mendapat tiga bintang… itu agak membingungkan. Interiornya bahkan tidak memenuhi kualifikasi bintang satu atau dua.”

“Kau akan tahuketika kau mencoba hidangannya. Jika masih sama dengan sepuluh tahun yang lalu, berarti benar.”

“Fiuuh, Kukira akhirnya sekarang aku bisa mengatakan aku sudah pernah ke Rose Island.”

Paul tersenyum. Dia tahu bahwa ini saja telah menjadi titik yang menyakitkan bagi Jaina selama beberapa waktu. Amuse-bouche tiba di depan mereka. Annie menjelaskan hidangan itu pada mereka sambil tersenyum.

“Ini adalah sebuah tomat yang dimarinasi di minyak truffle selama 9 jam, di atasnya ada basil dan keju ricotta yang terbungkus dalam irisan buah bit. Di atasnya lagi ada saus jeli mojito. Silakan dinikmati.”

Paul melihat hidangan dengan ekspresi agak takjub. Jaina tidak memahami Paul. Kenapa ini begitu spesial? Hanya karena ini berasal dari Rose Island?

Baiklah, ini saatnya makan. Jaina mengambil sendoknya. Dia perlu membuang semua pikirannya yang lain dan menerima makanan apa adanya.

Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa hidangan utama di restoran inilah yang paling penting. Seperti stik, contohnya. Lagipula,tidak banyak orang yang datang ke restoran hanya untuk makanan pembukanya.

Namun, para pencicipi kebanyakan sering melihatdari makanan pembukanya dulu. Sama seperti prolog suatu buku yang penting untuk mengatur suasana keseluruhan cerita, makanan pembuka juga berfungsi sama.

Lidah menjadi tumpul terhadap cita rasa ketika seseorang makan. Hal ini berarti bahwa hidangan yang bisa benar-benar dinikmati seseorang dengan baik hanyalah makanan pembuka.

‘Apa ini… sulit? Atau mudah?’

Cita rasanya sederhana. Hanya… sedap. Semacam rasa yang hanya membuat seseorang ‘hei, ini sangat enak’. Jenis rasa yang mencoba untuk memuaskan semua orang.

Namun menggolongkan hidangan ini sulit? Tradisional? Jelas, tapi bagaimana dengan jelinya? Gastronomi molekuler? Tapi terasa sangat tradisional! Mereka sedang berada di dunia mereka sendiri. Jika dia tidak bisa merasakan apa pun dari hidangan, dia akan gagal sebagai pencicip.

“Bagaimana rasanya? tanya Paul.

“Entahlah. Ini sulit. Ini modern tapi tradisional, campuran tapi juga bukan… Yang bisa kukatakan hanyalah ini sedap, itu saja.”

“Awal yang bagus.”

Hidangan selanjutnya adalah ceviche udang. Saus merah dicipratkan di sebelah daging bak lukisan, dan dekorasi kepala udang di atasnya bahkan lebih cantik lagi. Annie menjelaskan bahwa sausnya terbuat dari paprika merah dan kaldu ayam.

“Aku  tidak pernah menemukan restoran yang sangat perhatian dengan penampilan makanannya… Khususnya pada semua hidangannya.”

“Itulah yang dilakukan chef Rachel pada makanannya. Hingga membuatmu lupa akan interior bangunannya.”

“Iya, jelas. Tapi aku masih tidak mengerti. Maksudku jelas, ini sesuai dengan bintang tiga. Tetapi restoran terbaik di Amerika? Sungguhan?”

“Kau baru menikmati dua hidangan. Kau akan segera tahu.”

Namun, hidangan selanjutnya sangat mengejutkan. Bahkan wajah Paul mau tak mau syok. Sebuah hidangan panjang yang didekorasi dengan sebuah garis merah, yang di atasnya ada empat potong sandwich. Itulah, potongan baguette yang didekorasi dengan cassoulet. Itu bukan sesuatu yang akan dilihat seseorang di restoran menengah. Jaina melihat Annie dengan wajah tidak percaya.

“Aku… tidak akan menyantap ini. Makanan jalanan? Di restoran mewah? Aku tidak datang ke sini untuk makan ini.”

Itu adalah sandwhich cassoulet yang dibuat oleh Minjoon. Ketika wajah Annie mulai gelisah, Paul menatapnya dengan ekspresi meminta maaf.

“Moon maaf. Dia sangat ketat meski masih muda. Bisakah aku mendapat penjelasan?”

“Tentu saja. Ini adalah tekstur yang berbeda dari cassoulet dan baguette. . Kami meletakan bagian renyah dari cassoulet ke dalam bagian lembut baguette, lalu memasangkan rebusan cassoulet dengan bagian kering baguette. Tekstur dan citarasa adalah hal utama yang perlu Anda perhatikan.”

“Terima kasih.”

Paul tersenyum saat dia memasukkan satu sandwhich ke dalam mulutnya. Jaina, setelah beberapa saat ragu, akhirnya melakukan hal yang sama. Bibirnya membeku  dan matanya juga melebar seketika karena syok.

‘Ini…cassoulet?’

Dia akan memuntahkannya kembali untuk memastikan seandainya tidak ada yang menonton. Ini sangat berbeda dengan cassoulet rata-rata. Ini terasa seperti citarasa murni yang terkonsentrasi.

Sempurna. Ini terasa sempurna. Ini bukan tradisional juga bukan makanan mewah. Namun, tetap bisa menghancurkan lidah Jaina.

Ketika dia melihat Paul, dia tahu bahkan Paul berekspresi bingung. Jaina menggelengkan kepala karena syok.

“Apa… ini? Ini makanan tradisional, tapi bukan. Aku tidak tahu apa ini. Bahkan aku tidak tahu harus menyebut ini apa?”

“Aku hanya bisa memberi tahumu satu hal.”

Paul tersenyum, bukan pada Jaina, tetapi pada hidangan yang baru saja Paul santap.

“Pada akhirnya kau akan lupa soal mengulas makanan dan hanya menikmati makanan.”

<Si Aneh (2)> Selesai.

Prev
Next

Comments for chapter "Chapter 254 Bahasa Indonesia"

MANGA DISCUSSION

Leave a Reply Cancel reply

You must Register or Login to post a comment.

Dukung Kami

Dukung Kami Dengan SAWER

Join Discord MEIONOVEL

YOU MAY ALSO LIKE

Dungeon Kok Dimakan
September 14, 2021
Swallowed-Star
Swallowed Star
October 25, 2020
image002
Itai no wa Iya nanode Bōgyo-Ryoku ni Kyokufuri Shitai to Omoimasu LN
March 7, 2025
Hail the King
Salam Raja
October 28, 2020
  • HOME
  • Donasi
  • Panduan
  • PARTNER
  • COOKIE POLICY
  • DMCA

© 2025 MeioNovel. All rights reserved