Dukun Yang Sering Ada Di Stasiun - Chapter 8
Penerjemah: Kim_desu
“Hah. Kamu masih hidup, Woojin. ”
Wali kelasnya dari tahun ke-3 di SMA nya tampak seolah-olah dia telah melihat hantu. Woojin tertawa pahit. Banyak orang telah meninggal selama Dungeon Shock, dan sepertinya Woojin dihitung sebagai salah satu korban.
Kenyataannya, sudah 20 tahun sejak mereka bertemu lagi, jadi dia tidak merasakan banyak emosi. Guru mencari Woojin di dalam catatan siswa.
“Ah. Ini nomor telepon orangtua mu.”
Rrr.
Guru itu segera memanggil nomor tersebut. Nomor mereka mungkin tidak berubah.
‘Apa aku bisa mendengar suara ibuku? Atau nomornya ganti?’
Woojin sedang duduk di sofa yang berlawanan, dan jantungnya berdebar kencang.
[Halo?]
Wali kelas mendengar suara wanita paruh baya yang capek. Dia menggunakan nada suara khusus untuk berbicara dengan orang tua siswa.
“Ya, halo. Nama saya Lee-sangwoo. Saya seorang guru di SMA Mido.”
[Apa? SMA Mido?]
Suara gemetar itu tampak mirip dengan suara ibunya yang samar-samar diingat. Jantung Woojin berdetak kencang, dan rasanya seperti kehabisan napas.
“Ya. Apakah Anda kebetulan Nyonya Lee-soogyung?”
[Ya. Anda benar. Apa yang Anda butuhkan? Jika itu SMA Mido, maka itu adalah sekolah tempat anak tertua kami pergi….”
Woojin merasa jantungnya akan berhenti ketika dia mendengar suara di seberang telepon. Bahkan ketika dia dipukul oleh cambuk, itu tidak terlalu menyakitkan.
Woojin menyambar ponsel seolah-olah dia mencurinya, lalu dia berbicara dengan suara gemetar.
“Mama.”
[…….]
Tidak ada kata-kata yang diucapkan di seberang telepon. Namun, orang bisa tahu betapa terkejutnya dia. Dia pasti sangat gemetar, karena seluruh perasaannya telah disampaikan kepadanya.
“Mama. Aku Woojin. Kang Woojin.”
Lebih sulit untuk mengucapkan kata ‘mama’, dibandingkan menggunakan mantra sihir Lingkaran ke-9. Tenggorokannya diikat simpul, dan dia hampir tidak bisa menahan air matanya. Alih-alih mendengar kata-kata dari seberang telepon, dia hanya bisa mendengar suara tangisan.
[W…Woojin? Apa itu benar-benar Woojin kami? Apa kamu benar-benar Woojin kami?]
Mendengar suara ratapannya, Woojin bahkan tidak bisa menebak berapa banyak kesedihan yang dia alami. Kesedihan berubah menjadi kegembiraan saat air matanya jatuh.
“Aku sudah kembali.”
[Uhh, uh-oong. Woojin-ku.]
Dia telah bertahan 20 tahun untuk saat ini.
“Kamu pindah ke mana? Aku akan pergi ke sana.”
[Tidak. Aku akan datang ke sana. Aku akan segera ke sana, jadi jangan bergerak sedikit pun dari sana.]
Dia mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Woojin memberi guru teleponnya.
“Wah.”
Dia menghela nafas panjang yang dia tahan saat dia mencoba menelan air matanya.
Setelah guru itu menerima telepon darinya, dia mencoba menenangkan sang ibu. Dia mengakhiri panggilan hanya setelah percakapan yang panjang. Pada pemandangan ini, Woojin diingatkan bahwa dia perlu segera membeli HP.
“Dia akan berada di sini dalam waktu sekitar satu atau dua jam.”
“Wah. Terima kasih Guru.”
“Wah. Aku tidak benar-benar melakukan apa-apa. Aku lebih bersyukur bahwa kamu masih hidup. ”
“Apakah anda keberatan jika saya melihat-lihat sekolah?”
“Yah, lakukan apa pun yang kamu inginkan.”
Woojin berpikir akan membosankan untuk duduk di satu tempat selama dua jam, jadi dia keluar dari ruang staf.
‘Kalau gitu. Ayo pergi menemui Jaemin.’
Ketika ibunya tiba, dia harus membayar kembali uang yang dia pinjam dari Jaemin dengan tergesa-gesa. Dia merasa malu menerima uang dari orang tuanya ketika dia sudah berusia 24 tahun. Namun, dia telah memutuskan untuk membalasnya dengan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menjadi putra yang baik.
Tepat pada saat itu, anak-anak memadati lorong karena sudah jam istirahat. Dia terhimpit oleh orang-orang saat dia berjalan. Dia dengan berani berjalan-jalan mengenakan t-shirt putih dan celana pendek yang hanya akan dikenakan seseorang saat akan tidur, sehingga banyak siswa yang melakukan ‘kesempatan dalam kesempitan’ sekali.
‘Wa, dia sangat tampan.’
‘Dia benar-benar tinggi. Aku dengar dia adalah alumni sekolah kami.’
Jika bukan karena siswa lain yang berseragam, siswi SMA itu akan berseru bahwa dia adalah tipe ideal mereka. Mereka berbisik di antara mereka sendiri, dan mereka bertepuk tangan dengan gembira.
‘Wa. Fashionnya sangat tidak moderen.’
‘Bangke. Dia nggak malu apa? Kenapa pake pakaian seperti itu? Dasar gembel’
Para siswa laki-laki diam-diam mengolok-olok Woojin.
Woojin mengabaikan mereka, dan dia menemukan ruang kelas Jaemin. Jaemin bahkan tidak bisa pergi ke kamar kecil selama istirahat karena anak-anak mengelilinginya.
“Hei, Jaemin.”
Woojin mendekati Jaemin dengan ramah, dan ini mengejutkan orang-orang di sekitarnya. Soo-hyuk dan anak-anak lain, yang menderita di bawah Woojin, berusaha menghindari tatapan matanya. Anak-anak lain memelototi Woojin, lalu mereka mengejeknya.
“Siapa bajingan ini?”
“Wow. Apa kau takut menjadi orang buangan, jadi kau memanggil kakak laki-laki mu, ya? ”
Paling-paling, ada tujuh dari mereka. Mereka memandang Woojin, dan mereka menyeringai. Jaemin, yang memiliki ekspresi khawatir, bertemu matanya. Jaemin perlahan menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi ketika Woojin berteriak.
“Kalian semua yg mengganggu Jaemin ikut aku ke atap.”
Dengan ekspresi keras kepala, Woojin pergi ke depan dengan Jaemin yang tertunduk, dan mereka menuju ke atap. Para pengganggu mengikuti mereka dengan ekspresi tercengang di wajah mereka.
“Wa. Mari kita pukul mereka habis-habis an. Hei, panggil anak-anak di kelas lain. ”
Joonhyuk diam-diam mengikuti anak-anak saat mereka menuju atap. Ada lebih dari 20 anak yang mengikuti mereka, jadi dia mencoba menghapus kejadian kemarin dari ingatannya.
‘Betul sekali. Aku tadi ceroboh, jadi aku dipukul di bagian vital secara tidak sengaja. Bajingan itu mungkin tidak bisa berbuat banyak melawan orang sebanyak ini.’
Termasuk Joonhyuk, lebih dari dua puluh pengganggu menginjak atap.
*
“Satu.”
Suara angkuh keluar dari mulut Woojin.
“Kita!”
Para pengganggu berbaris dalam satu baris, dan mereka secara bersamaan menurunkan tubuh mereka ke lantai melakukan push-up.
“Dua.”
“Anak buah Jaemin.”
Dua puluh lima siswa berbaris, dan mereka melakukan push-up pada saat yang bersamaan. Bahkan Do-jaemin, yang terlibat langsung, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
‘Apa yang dia pelajari di Gunung Jiri?’
‘Dia pasti sudah belajar seni bela diri. Jika tidak, bagaimana dia bisa mengalahkan dua puluh lima pengganggu dalam sekejap, sendirian?’
Benar-benar butuh waktu kurang dari 1 menit. Dia sudah membuat mereka melakukan 50 push-up, namun itu belum berakhir. Ketika lengan para remaja mulai gemetar, Woojin mengumpulkan mereka di satu tempat.
“Hei, semua orang datang ke sini.”
Wajah para pengganggu sangat memerah, dan Woojin menyeringai melihat pemandangan ini. Dia telah menahan diri karena ini adalah Bumi. Jika itu Planet Alphen, maka mereka tidak akan bisa berdiri.
Dia mungkin akan memperbudak mereka setelah membuat tubuh mereka menjadi Undead. Maka dia hanya perlu sedikit sihir untuk mengutuk jiwa mereka.
“Menurutmu ini apa?”
“Ini pipa baja s…”
“Betul sekali. Siapa pun yang membawa ini benar-benar putus asa. ”
Beberapa bajingan telah membawa pipa baja untuk memukul Woojin dengan itu. Dia menggenggam pipa baja lalu dengan mudah dia membengkokkannya. Seolah ini belum cukup, dia meraih kedua ujung pipa baja yang bengkok, lalu menariknya.
Zzzzzt.
Pipa baja itu membentang seperti sebatang karamel. Dalam sekejap, itu tidak bisa menahan ketegangan, jadi itu terkoyak menjadi dua. Para pengganggu memandangnya seolah-olah jiwa mereka telah direnggut, dan Woojin melemparkan pipa baja yang rusak ke lantai.
Ggahng.
Woojin merangkul bahu Jaemin yang berdiri di sampingnya.
“Kalian tidak akan mengganggu Jaemin lagi, kan?”
“Kami tidak akan mengganggunya.”
“Kami sama sekali tidak akan mengganggunya.”
Woojin menganggukkan kepalanya seolah dia puas dengan teriakan di depannya.
“Jangan coba-coba membuatnya menjadi orang buangan, dan kalian harus bergaul dengannya. Oke?”
“Ya. Ya!”
“Kalau begitu kembali ke kelas.”
Mendengar kata-kata Woojin, para pengganggu merasa lega karena mereka masih hidup. Kemudian mereka bertengkar untuk menjadi yang pertama turun dari atap. Jaemin menatap Woojin dengan ekspresi hancur.
“Bagaimana aku bisa pergi ke sekolah sekarang …”
Desas-desus tentang insiden sebesar itu akan menyebar Di seluruh sekolah. Woojin tersenyum cerah ketika dia melihat ekspresi masamnya.
“Kupikir kau hanya akan belajar? Sekarang tidak ada yang akan menyiksamu.”
‘Hah? Apa ini? Argumennya persuasif.’
Dia hanya akan belajar, jadi mengapa dia harus peduli jika dia tidak punya teman?
Woojin menepuk bahu Jaemin, ketika dia melihat ekspresi bingungnya.
“Oh iya. Aku bisa menghubungi ibu ku. Segera aku akan dapat membayar kembali uang yang kamu pinjamkan kepada ku. ”
“T..tidak. Tidak apa-apa, Hyeong.”
“jangan gitu.”
Woojin sangat senang dengan prospek bertemu ibunya. Jaemin dengan tidak sabar menunggu bel berbunyi, dan dia ingin mengakhiri percakapan dengan Woojin secepat mungkin.
“Ah, aku akan membalas kebaikanmu. Tidak mudah membiarkan orang asing tidur semalaman.”
“Ha ha. Tidak, hyeong membantu ku pertama kali. Kamu bahkan melakukannya lagi hari ini. ”
Dia akan malu dalam waktu dekat, tapi itu tidak akan terlalu buruk. Sepertinya para pengganggu tidak akan mengganggunya lagi.
Mereka mungkin akan menyiksanya dengan metode kecil dan murahan.
“Ya. Aku senang kamu berpikir seperti itu. Jika aku membeli HP, aku akan menghubungi mu. Jika bajingan itu mengganggumu lagi, maka kamu bisa memanggilku. ”
Woojin mengeluarkan selembar kertas dari saku celana pendeknya.
‘Ha, nomer itu tidak hilang.’
Itu adalah nomor palsu yang dia buat. Dia merasa sedikit bersalah, jadi Jaemin tertawa canggung.
“Ya, Hyeong. Selamat bertemu kembali dengan ibumu.”
“Ha ha. Terima kasih. Kamu harus terus belajar dengan giat, dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang hebat.”
Ketika bel berbunyi, Jaemin tahu ini adalah kesempatannya. Dia membungkuk untuk mengucapkan selamat tinggal, lalu dia berlari menuju kelasnya. Woojin tetap di atap saat dia hanya menyeringai.
“Cuacanya cukup bagus.”
Mungkin iya, karena mobilnya lebih sedikit. Langit di atas Seoul terlihat sangat cerah hari ini.
Woojin berdiri di sana sebentar, lalu dia melihat taksi berhenti di depan gerbang depan. Jantungnya terasa seperti akan berhenti, ketika dia melihat wanita itu bergegas menuju sekolah.
“Mama…”
Woojin menenangkan hatinya, lalu dia menuju ke ruang staf.